Kabar24.com, JAKARTA— Pemerintah tidak ingin terlalu mudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dalam hal pengaturan terkait pemberantasan tindak pidana terorisme.
Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri, mengatakan Perppu hanya dapat digunakan untuk kondisi yang memaksa, karena pengundangannya tidak memerlukan pembahasan dengan DPR. Revisi UU No. 15/2003 sebenarnya dapat dilakukan dengan cepat, karena hanya merevisi sedikit isi beleid tersebut.
“Perppu dan Perpres itu jangan diobral, karena seharusnya hanya dapat digunakan untuk hal-hal yang genting dan memaksa,” katanya di Kompleks Istana kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/1/2016).
Tjahjo menuturkan revisi UU tersebut hanya akan mengubah peran Badan Intelijen Negara (BIN) dalam mengoordinasikan lembaga intelijen yang ada di institusi lain. Dengan begitu, BIN dapat melaksanakan tugasnya secara efektif terkait deteksi dini terhadap ancaman gangguan keamanan.
Luhut Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, sebelumnya mengatakan pemerintah berharap revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat selesai tahun ini. Dengan begitu, aparat keamanan dapat lebih optimal dalam melaksanakan tugasnya menanggulangi terorisme.
“Akan diubah beberapa poin, termasuk kewenangan penangkapan dan penahanan sampai waktu tertentu apabila diperlukan keterangan,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (18/1/2016).
Luhut menuturkan kewenangan untuk melakukan penangkapan kepada terduga teroris tersebut dapat mencegah kemungkinan penyerangan oleh kelompok teroris. Pasalnya, penangkapan tersebut dapat memperkuat data intelijen dan mempersempit gerakan kelompok teroris.
--