Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengganti Setya Novanto: Golkar atau Kocok Ulang?

Polemik soal siapa yang berhak menggantikan Setya Novanto sebagai Ketua DPR bergulir di Senayan.
Anggota DPR saat mengikuti Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/1/2015)./Antara-Sigid Kurniawan
Anggota DPR saat mengikuti Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/1/2015)./Antara-Sigid Kurniawan

Kabar24.com, JAKARTA – Polemik soal siapa yang berhak menggantikan Setya Novanto sebagai Ketua DPR bergulir di Senayan.

Beleid tentang penggantian jabatan Ketua DPR sampai saat ini masih menuai polemik. Ada banyak pendapat soal mekanisme penggantian jabatan Ketua DPR yang semuanya bermuara ke UU No. 17/2014 tentang MD3.

Idrus Marham, Sekjen Partai Golkar kubu Ical, berpendapat bahwa Setya Novanto harus digantikan oleh anggota DPR yang berasal dari fraksi yang sama, yaitu Fraksi Partai Golkar.

“Ayat 4 pasal 87 UU MD3 mengatur pengganti berasal dari fraksi partai politik yang sama,” katanya, Kamis (17/12/2015).

Waketum Partai Demokrat Syarief Hasan meminta kepada seluruh pihak untuk mematuhi aturan dan mekanisme yang ada.
“Dulu waktu Taufik Kiemas meninggal sebagai Ketua MPR, penggantinya juga dari PDIP,” katanya di Kompleks Gedung Parlemen.

Ketua PAN yang juga menjabat sebagai Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto berpendapat agar penggantian Setya cukup ditentukan oleh Partai Golkar.

“Tidak perlu kocok ulang atau merevisi UU MD3.”

Jika pendapat Partai Golkar mengacu pada pasal 87 UU MD3, koalisi partai politik pendukung pemerintah mempunyai pendapat yang berbeda dengan acuan pasal 84 beleid yang sama.

Sekretaris Fraksi Partai Hanura Dadang Rusdiana mengatakan ayat 2 pasal 84 UU MD3 menyebutkan bahwa pimpinan DPR dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap.

“Jadi ketika mengundurkan diri, bukan paket lagi. Berarti harus ada pemilihan paket baru,” katanya.

Sekretaris Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Johnny G Plate berpendapat sama dengan Dadang.

“Semua pimpinan DPR harus diganti mengingat mereka diangkat sebagai satu paket,” kata Johnny.

Sementara itu, pakar hukum dan tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Refly Harun berpendapat bahwa partai politik tidak bisa menggunakan acuan pasal 84 yang mengatur sistem paket itu.

Menurut Refly, paket pimpinan yang diatur dalam pasal 84 itu merupakan sistem pemilihan.

Tapi sistem penggantian pimpinan DPR, diatur dalam pasal 87 undang-undang tersebut.

“Dengan demikian, kocok ulang pimpinan yang diusulkan partai pendukung pemerintah belum diakomodasi dalam UU MD3” katanya.

Siti Zuhro, peneliti politik dari Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia berpendapat penggati Setya harus berasal dari fraksi yang sama.

“Karena, hanya itu yang diakomodasi oleh UU MD3. Kecuali, para anggota DPR sepakat untuk mengubah MD3 yang mengakomodasi kocok ulang pimpinan DPR,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper