Bisnis.com, LONDON -- Inggris, Kamis (3/12/2015), bergabung dengan operasi militer pimpinan Amerika Serikat (AS) melawan pegaris keras Negara Islam (IS) di Suriah.
Serangan udara Inggris itu dimulai hanya beberapa jam setelah pemungutan suara parlemen sebagai penentuannya.
Pesawat Angkatan Udara Ingris, yang berpangkalan di Siprus, kembali dari penyerangan pertama terhadap Surian dan melakukan serangan udara, kata juru bicara Kementerian Pertahanan pada Kamis pagi setelah pemungutan suara parlemen pada Rabu (2/12/2015) malam.
Juru bicara itu menolak merinci sasaran serangan tersebut.
Sebanyak 397 anggota parlemen yang mendukung serangan udara ini dan 223 anggota yang menentang, memberikan mandat kepada Perdana Menteri David Cameron atas aksi yang perlu dilakukan oleh militer Inggris tersebut.
Cameron menyambut hasil pemungutan suara dari DPR dengan menulis di Twitter, "Saya percaya parlemen mengambil keputusan tepat dalam menjaga Inggris tetap aman. Gerakan militer di Suriah sebagai salah satu strategi lebih luas." Keputusan itu juga langsung disambut Presiden AS Barack Obama, yang mengatakan AS "menanti pasukan militer Inggris terbang bersama koalisi di atas Suriah".
Namun, selama perdebatan, berbagai anggota parlemen dari seluruh partai, termasuk pemimpin Partai Buruh sebagai oposisi utama, Jeremy Corbyn, menentang serangan udara.
Sekitar 2.000 pengunjuk rasa antiperang juga menggelar demonstrasi dengan membaringkan diri di luar parlemen menjelang pemungutan suara selama dua malam berturut-turut.
Namun, Partai Buruh juga terpecah dalam masalah ini. Sebanyak 67 dari 231 anggota parlemen yang mendukung pemboman, 11 di antaranya merupakan anggota di kursi utama tim Corbyn.
Tanggapan Cameron Inggris memiliki delapan pesawat jet tempur Tornado ditambah drone yang diikutsertakan dalam koalisi serangan pimpinan AS dengan target IS di Irak dan sekarang akan mengerahkan lebih banyak pesawat jet.
Namun, ahli mempertanyakan seberapa sering Inggris bergabung dengan kemelut asing dalam beberapa tahun belakangan setelah perang terlupakan di Afghanistan dan Irak akan menambah operasi militer IS di Suriah.
"Serangan ini tidak akan membuat perubahan besar operasional. Itu penting secara simbolis, operasi yang berguna, namun tidak transformatif," kata Profesor Malcolm Chalmer dari lembaga ahli militer Royal United Services Institute (RIS).
Tim Eaton dan Chris Phillips dari Bagian Luar Negeri lembaga ahli militer Chatham House menilai tindakan Perdana Menteri sebagai "reaksi spontan yang bukan bagian dari strategi jangka panjang yang dipertimbangkan untuk mengalahkan dan menjatuhkan IS".
"Dapat dimengerti bahwa Pemerintah Inggris tidak ingin berpangku tangan seiring IS terus meneror atau Suriah yang terus mengalami kekacauan, namun dengan mengambil opsi militer terburu-buru seperti yang diusulkan ini bukanlah solusinya," kata mereka dalam tulisan untuk majalah "Prospect".
Rencana membunuh Cameron berjanji bahwa kesertaan Inggris dalam serangan udara terhadap Suriah akan disesuaikan oleh dorongan diplomatik utama dalam menyelesaikan krisis.
Perundingan perdamaian terakhir di Wina yang diadakan bulan lalu melibatkan 12 negara termasuk Rusia, AS, Arab Saudi dan Iran.
Perundingan ini menetapkan tanggal tetap untuk gencatan senjata yang diikuti oleh pemerintahan transisi dalam waktu enam bulan dan pemilihan umum setahun kemudian. Tokoh oposisi Suriah menyebut keputusan ini tidak realistis.
Selama perdebatan, pemerintah juga menghadapi serangkaian pertanyaan tentang keikutsertaan dalam aksi militer internasional di Suriah yang bisa membuat Inggris rentan terhadap serangan teror dari IS.
Serangan besar terakhir di tanah Inggris yakni 7 Juli 2005 dengan pemboman menewaskan 52 orang.
Pada Juni, 30 warga Inggris termasuk di antara 38 wisatawan tewas dalam serangan yang diklaim IS di loka wisata liburan Tunisia.
Pejabat mengatakan tujuh rencana penyerangan dalam satu tahun telah digagalkan oleh badan intelijen. Cameron mengatakan angka ini menunjukkan bahwa tindakan secepatnya merupakan hal yang tepat.
"Teroris ini merencanakan membunuh kami dan meradikalisasi anak-anak kami sekarang. Mereka menyerang kami karena siapa diri kami, bukan karena apa yang kami lakukan," kata Cameron.
Inggris Ikut Operasi Militer Pimpinan AS di Suriah
Inggris, Kamis (3/12/2015), bergabung dengan operasi militer pimpinan Amerika Serikat (AS) melawan pegaris keras Negara Islam (IS) di Suriah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
21 menit yang lalu
Donald Trump Pilih Pam Bondi Jadi Calon Jaksa Agung AS
5 jam yang lalu