Kabar24.com, JAKARTA -- Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso mengatakan penindakan dan pemberantasan korupsi di Indonesia patut di apresiasi.
"Sebetulnya saya lihat sekarang ini level menteri sudah ada yang dihukum, ketua partai dihukum. Ini sangat luar biasa," ujar Agus usai hadir dalam Diskusi Publik Hari Antikorupsi Internasional, Jakarta, Jumat (4/12/2015).
Saat ini, pencegahan dan penindakan sudah berjalan cukup baik dengan dapat dihukumnya para koruptor. Oleh sebab itu, saat ini perlu diperhatikan kembali untuk bisa menghitung berapa kerugian negara yang bisa kembali atau asset recovery.
Agus menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Perampasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), ada dua hal yang bisa menjadi instrumen terkait penyelamatan aset.
Instrumen pertama, yaitu penuntutan kumulatif tindak pidana asal dengan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Tidak hanya menghukum koruptornya saja, tapi siapa pun yang menikmati uang ilegal itu dihukum dan hartanya dirampas," ujar Agus.
Selain itu, adanya pembuktian terbalik dalam proses sidang di pengadilan.
Hakim bisa mempertanyakan kepada terdakwa supaya terdakwa membuktikan sendiri harta yang dituntut oleh jaksa berasal dari kejahatan atau bukan.
"Ketika tidak bisa membuktikan bahwa harta itu berasal dari kegiatan yang sah maka itu dirampas oleh negara," paparnya.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU tersebut baru berlaku pada 2011.
Namun, pengembalian aset yang dapat dilakukan sangat signifikan dibanding sebelum undang-undang tersebut berlaku.
"Itu baru 2011 jadi belum terlalu lama tapi kita bisa melihat bedanya antara pengembalian aset berapa dibandingkan data asset recovery sebelum 2011," kata Agus.