Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PEMBUNUHAN ENGELINE: Ini Keterangan Para Saksi

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, segera memanggil ulang saksi Putu Kariani, yang bekerja sebagai pembantu rumah di kediaman Margrit Megawe, terkait kasus pembunuhan Engeline, dengan terdakwa Agustay Hamdamay dalam sidang pekan depan (24/11).
Terdakwa kasus pembunuhan Engeline, Margriet Megawe (tengah), dikawal petugas saat akan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Kamis (22/10)./Antara
Terdakwa kasus pembunuhan Engeline, Margriet Megawe (tengah), dikawal petugas saat akan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Kamis (22/10)./Antara

Bisnis.com, DENPASAR -- Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, segera memanggil ulang saksi Putu Kariani, yang bekerja sebagai pembantu rumah di kediaman Margrit Megawe, terkait kasus pembunuhan Engeline, dengan terdakwa Agustay Hamdamay dalam sidang pekan depan (24/11).


"Saksi akan kami panggil ulang pada sidang pekan depan dan hari ini dia tidak memberikan alasan kenapa tidak hadir," ujar Ketut Maha Agung, Koordinator Tim JPU dengab terdakwa Agustay, di Denpasar, Selasa (17/11/2015).

Ia mengatakan, sebelumya sudah memanggil saksi tersebut untuk hadir dan sudah menyatakan kesiapannya untuk memberikan keterangan dalam persidangan, namun justru tidak hadir.

Ketut Maha menjelaskan, saksi yang tidak hadir dalam persidangan itu bekerja di rumah terdakwa Margrit Megawe selama satu minggu, yang diduga mengetahui lingkungan rumah terdakwa.

"Oleh sebab itu, pada sidang pekan depan kami tim JPU akan memanggil empat saksi yakni Putu Kariani, Musro, Alki (tetangga terdakwa) dan Anakonda (teman Agustay Hamdamay)," ujar Ketut Maha Agung yang juga sebagai Kasi Pidum Kejari Denpasar itu.

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga mempertanyakan saksi yang dihadirkan JPU tidak kunjung datang, sehingga persidangan sempat tertunda cukup lama.

Namun, hakim memberikan toleransi kepada JPU agar segera mempertanyakan ketidakhadiran saksi dalam persidangan. "Tolong jaksa lebih memastikan lagi alasan saksi tidak datang dan sidang pekan depan saksi harus betul-betul dinpersiapkan secara matang," ujarnya.

Mendengar saran dari hakim tersebut, JPU menyatakan siap untuk menghadirkan saksi yang tidak hadir hari ini beserta saksi lainnya, agar perkara kasus pembunuhan Engeline (8) dapat cepat berlanjut dan terungkap secara terang benderang

 

Kepala Sekolah

Saksi Ketut Ruta, selaku Kepala Sekolah korban pembunuhan Engeline (8) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 12 Sanur, Denpasar Selatan, sering melihat korban terlambat masuk sekolah.

"Pada April 2015, saya melihat Engeline terlambat datang ke sekolah dan saat itu teman-temannya sudah masuk kelas. Saat ditanya, korban mengaku berjalan kaki ke sekolah dengan jarak kurang lebih dua kilometer dan tidak diantar orang tuanya," ujar Ketut Ruta, di Denpasar, Selasa.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Edward Harris Sinaga itu, saksi menerangkan saat Engeline terlambat sekolah melihat secara fisik kondisi korban lemah, badan kurus.

Ia juga melihat, pakaian yang digunakan agak kotor dan baju yang dikenakan korban tidak disetrika dan rambut kurang rapi.

"Saat saya bertanya kepada Engeline kenapa terlambat ke sekolah dia hanya terdiam, saat itu saya dan Engeline ngobrol di halaman sekolah. Kemudian, saat ditanya berulang kali korban tinggal dimana dan diantar siapa sekolah baru mau menjawab," ujarnya.

Ia mengatakan, saat ditanya Engeline menjawab tinggal di Jalan Sedap Malam, Denpasar, dan hanya menganggukan kepala saat ditanya apa korban berjalan kaki sekolah.

Ia menerangkan, korban terdaftar sebagai siswa di sekolah itu sejak Tahun 2013-2014 dan duduk dibangku kelas satu B. Kemudian, yang mendaftarkan Engeline ke sekolah itu ibu angkatnya Margrit Megawe.

"Saat itu syarat masuk sekolah dasar batasan umur minimal enam tahun dan saat itu Engeline didaftarkan ke sekolah itu tidak memiliki akta kelahiran," ujarnya.

Saat pendaftaran Engeline ke sekolah SDN 12 Sanur itu, kata dia, tidak menanyakan secara detail akta kelahiran korban, ujarnya dan pihaknya sempat bertanya nama ayah kandungnya, Margrit menyatakan tidak ada.

"Saat korban didaftarkan Margrit ke sekolah kami, hanya mengetahui terdakwa sebagai ibu kandungnya," ujarnya.

Kemudian, hari berikutnya Wali Kelas Engeline, Putu Sri Wijayanti mempertanyakan korban sering terlambat sekolah, tidur dikelas dan pendiam.

"Saya hanya menyarankan agar memberitahukan kepada orang tua Engeline dan mengunjungi ke rumahnya," ujarnya.

Ia menambahkan pada 16 Mei 2015, dari informasi gurunya Engeline tidak masuk sekolah, padahal saat itu ada kegiatan kerja bakti di sekolah tersebut.

Kemudian, pada 18 Mei 2015, pihaknya baru mengetahui Engeline menghilang dari rumahnya karena melihat berita tersebut di media massa.

CRISTINE

Cristine, Anak kandung terdakwa Margrit Megawe memerintahkan saksi Dewa Ketut Raka selaku petugas keamanan (Security) untuk melarang Menteri PAN-RB Yudi Chrisnandi masuk rumah terdakwa di jalan Sedap Malam, Denpasar, beberapa waktu lalu.

"Saya hanya diperintahkan Cristine untuk melarang orang lain masuk rumah termasuk menteri tanpa seijinnya, karena Margrit tidak ingin diganggu," ujar Dewa Ketut Raka, dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Edward Haris Sinaga itu, saksi sering melihat Cristin datang ke rumah ibunya dan mengantar jemput Margrir untuk mengajak makan siang.

Ia mengatakan, Cristin pernah menegur dirinya saat mengizinkan "pecalang" (aparat desa) masuk ke dalam rumah Margrit untuk ikut membantu mencari Engeline yang hilang.

"Saat itu ekspresi wajah Cristin sangat kecewa dengan tugasnya sebagai satpam, karena mengizinkan pecalang masuk untuk melihat-lihat hal yang mencurigakan di rumah Margrit tanpa seizin anak terdakwa," ujar Dewa Ketut Raka yang mengaku digaji sebesar Rp1,9 juta sebagai satpam itu.

Ia mengakui, sebagai satpam mulai bekerja menjaga rumah Margrit itu sejak pukul delapan pagi hingga 16 sore dan pada malam hari ada satpam lain yang menggantikan tugasnya.

"Saya baru bekerja enam hari di rumah Margrit sejak 4-10 Juni 2015," katanya.

Dalam rumah tersebut, ia mengaku hanya mengenal Handono, Susiani, dan anak Margrit Cristin. Sedangkan, tidak pernah mengenal dengan Agustay Hamdamay, terdakwa kasus pembunuhan Engeline.

Ia menambahkan, saat bertugas di rumah terdakwa, dirinya sempat bekenalan dan bercerita dengan Budi dukun, anggota polisi Polresta Denpasar, yang menceritakan sempat menanggil roh Engeline dan mengatakan bahwa Engeline meninggal dunia.

"Bapak budi dukun itu bercerita kepada saya bahwa Engelien sudah meninggal dan terkubur di pojok halaman belakang rumah ibu kandungnya itu," ujarnya.

Kemudian, saat Saksi dan Budi menuju lokasi sebelum ditemukannnya tempat penguburan Engeline di halaman dekat kandang ayam rumah Margrit itu, terdakwa sempat mencium bau busuk.

Namun, terdakwa tidak tau bahwa disana Engeline terkubur dan Budi dukun itu bercerita kepada saksi bahwa mencium bau busuk sebanyak tiga kali di halaman tersebut.

"Saat saya dan Budi dukun itu masuk ke dalam rumah, Margrit tidak ada di rumah karena keluar membeli makan kurang lebih dua jam," ujarnya.

Sebelunya, jenazah bocah cantik Engeline (8) ditemukan menjadi mayat pada 10 Juni 2015, di halaman rumah ibu amgkatnya, Jalan Sedap Malam Denpasar, Bali.

Kondisi jenazah Engeline saat ditemukan sudah sulit dikenali, karena bercampur tanah dan jenazah terkubur di dalam tanah dengan kedalaman kurang lebih 30 centimeter.

Kemudian, jenazah Engeline dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar.

I Dewa Ketut Raka

I Dewa Ketut Raka, yang bertugas sebagai petugas keamanan (Satpam) mengungkap adanya kejanggalan di rumah ibu angkat Engeline, Margrit Megawe, di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali beberapa waktu lalu.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa, saksi hanya disuruh bertugas menjaga di luar rumah Margrit.

"Yang menjadi keanehan saya, kalau memang tidak ada sesuatu di dalam rumah, kenapa seorang penjaga tidak boleh diberikan masuk," ujar Ketut Raka yang juga pensiun TNI itu.

Ia menduga, ada Engeline di dalam dan ada sesuatu yang dirahasiakan masalah yang cukup besar yang disembunyikan Margrit. "Itu hanya fikiran dan perasaan saya majelis hakim," katanya.

Raka menambahkan, orang lain tidak boleh masuk ke dalam rumah itu terkecuali ada kepentingan."Saya baru bisa masuk rumah saat buang air kecil tanpa diketahui Margrit," ujar pria yang mengaku bekerja di rumah margrit pada 4-10 Juni 2015.

Ia menerangkan, suasana di dalam rumah ibu angkat Engeline terlihat lingkungannya kumuh, banyak ayam, anjing dan kucing.

"Saya selaku satpam harus mengetahui keadaan lingkungan rumah ibu Margrit, namun tidak diperbolehkan," ujarnya.

Ia mengaku, sempat mencari di dalam rumah tanpa sepengetahuan Margrit dan polisi, namun tidak menemukan.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa terdakwa Margrit pada 15 Mei 2015 melakukan pemukulan terhadap korban hingga kedua telinga dan hidung mengeluarkan darah.

Kemudian, pada 16 Mei 2015 Pukul 12.30 Wita, terdakwa memukul korban dengan tangan kosong dan membenturkan kepala korban ke tembok sehingga Engeline menangis.

Terdakwa Margriet memanggil saksi Agustay menuju ke kamar terdakwa dan Agustay melihat terdakwa Margriet sedang memegang rambut korban.

Selanjutnya membanting kepala korban ke lantai sehingga korban terjatuh ke lantai dengan kepala bagian belakang membentur lantai setelah itu korban terkulai lemas.

Terdakwa kemudian mengancam Agustay agar tidak memberitahu kepada orang lain kalau dirinya memukul Engeline, dan dijanjikan imbalan uang Rp200 juta pada 24 Mei 2015, apabila mau mengikuti keinginnanya.

Kemudian, Agustay diminta Margrit untuk mengambil sprei dan seutas tali untuk diikat ke leher Engeline. Kemudian, Agustay disuruh mengambil boneka Berbie milik Engeline dan meletakan ke dada korban.

Terdakwa Mergriet menyuruh Agustay membuka baju dan meletakkannya di atas tubuh Engeline, kemudian menyuruh memperkosanya. Agustay menolak dan berlari ke kamarnya.

Agustay kemudian mencuci tangannya dan membuka celana pendeknya serta mengambil korden warna merah yang diserahkan kepada terdakwa dan ditaruh di dekat korban.

Kemudian, terdakwa menyuruh membakar rokok dan menyulutnya ke tubuh korban. Agustay tidak mau dan membuang rokok tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper