Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PAMERAN ALUTSISTA: Bukan Sekadar Soal Perang Gemgsi

Matahari sedang terik-teriknya menyorot Serpong. Namun, panasnya siang di Tangerang Selatan tidak menyurutkan antisuasme segerombolan murid taman kanak-kanak yang menunggu giliran menjajal sensasi naik panser Tarantula dan panser Anoa asli milik TNI AD
./.
./.

Bisnis.com, JAKARTA- Matahari sedang terik-teriknya menyorot Serpong. Namun, panasnya siang di Tangerang Selatan tidak menyurutkan antisuasme segerombolan murid taman kanak-kanak yang menunggu giliran menjajal sensasi naik panser Tarantula dan panser Anoa asli milik TNI AD.

Ketika kedua kendaraan agam bermotif doreng itu akhirnya muncul, murid-murid bertubuh mungil itu mengelu-elukannya dan bersorak serempak, Tank! Tank! Tank! Tank! Mereka berlompat-lompatan, tidak sabar ingin cepat dinaikkan ke atas panser.

Kapan lagi kita bisa naiktank, celetuk para orang tua yang sengaja meluangkan waktu untuk mengantar anaknya ke Pameran Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) TNI AD 2015 di Living World Alam Sutera, Serpong, Tangerang pada Jumat (13/11/2015) siang.

Panser 6x6 ANOA-2 berkapasitas 12 awak dengan bobot kosong 13 ton dan bobot tempur 14,5 ton adalahtankkebanggan Indonesia, dan asli buatan dalam negeri dari PT Pindad (Persero). Bodinya memang sedikit lebih kecil ketimbang panser Tarantula.

Diproduksi oleh Doosan DST dari Korea Selatan, Tarantula bermesin diesel DL086 silinder segaris dengan jarak jelajah 800 km, kecepatan rata-rata di darat 100 km/jam, dan berat tempur 18 ton. Panser ini dapat dijalankan di air dengan kecepatan rata-rata 8 km/jam.

Meskipun kapasitasnya hanya 3 awak, Tarantula pada siang itu ditunggangi oleh belasan anak kecil yang duduk di atas badantank. Sementara itu, di dalamnya hanya terdapat dua tempat duduk di dekat pintu, dan dua lagi di bagian kendali alat pantau dan persenjataan.

Tank berjalan pelan, nyaris tanpa getaran. Selama tur singkat, suasana di dalam perut Tarantula yang bercat hijau pupus itu tidak terlalu gerah. Beberapa ibu yang duduk di dekat kursi kendali mengambil kesempatan untukselfie.

Kira-kira demikianlah cara militer republik ini mengakrabkan diri dengan warga sipil. Masyarakat awam dibuat terpesona oleh kehadiran persenjataan milik TNI AD, mulai dari senjata laras panjang, senjata tangan, granat, panser, heli, amfibi, sampai bagian logistik.

Terdapat berbagai tenda dari divisi-divisi di TNI AD yang memamerkan peralatan tempur mereka. Misalnya saja dari Bekangdam, Batalyon Arhanudse-10/1/7 Dam Jaya, Detasemen Arhanud Rudal 003, Kavaleri, serta Yonif Mekanis 203/Arya Kamuning.

Menurut Danrem 052 Wijayakarma Kolonel Kavaleri M. Zamroni, TNI AD ingin mendekatkan diri dengan masyarakat melalui pameran alutsista. Sebelumnya, Kodam Jaya telah menggelar pameran serupa di berbagai kampus di Tanah Air.

Sementara itu, di sela-sela ramainya kunjungan kestandpersenjataan Pomdam Jaya Jayakarta, Pelda Sugeng Widodo menjelaskan seluruh alutsista yang dibawa ke ruang publik itu mencakup produksi yang sudah sangat tua dan masih digunakan sampai sekarang.

Senjata tertua adalah laras panjang buatan Amerika Serikat pada 1954. Ada pula persenjataan yang diimpor dari Austria, Jerman, dan China. Namun, semakin anyar, alutsista yang digunakan TNI AD semakin banyak yang diproduksi oleh Pindad.

Tujuan kami adalah ingin memberitahu ke masyarakat, inilah persenjataan sebenarnya yang dipakai oleh TNI AD. Sedikit banyak, juga agar masyarakat tahu anggaran untuk militer itu seperti apa dan dialokasikan untuk apa saja, ujar Sugeng.

Dia mengatakan Indonesia sudah mampu memproduksi persenjataan berkualitas baik, tapi biaya yang dibutuhkan sangat mahal. Itulah mengapa anggaran negara untuk pertahanan dan keamanan di negara manapun selalu mengambil jatah terbesar.

PERKEMBANGAN INDUSTRI

Sugeng mengakui geliat industri alutsista di Indonesia saat ini sejujurnya masih belum sepesat negara maju. Namun, untuk ukuran negara yang sedang berkembang, persenjataan militer RI bisa dibilang cukup mumpuni.

Kita harus berbangga karena perkembangan industri alutsista di Indonesia sudah semakin membaik dan hampir mendekati kualitas produksi dari senjata militer negara maju. Buktinya, senapan SS2 V4 HB buatan Pindad bisa menang di kejuaraan menembak dunia tahun ini.

Senjata-senjata buatan Pindad pun, lanjutnya, menunjukkan perkembangan signifikan dari segi inovasi teknologi. Minimal, industri alutsista Indonesia sudah bisa menyeimbangkan diri dengan negara berkembang lain.

Dulu Indonesia belum punya produsen alutsista di dalam negeri, tapi sekarang kita sudah bisa membuat sendiri dan bisa dibanggakan. Terlebih, RI sudah bisa ekspor persenjataan, Misalnya saja ke Filipina, imbuhnya.

Meskipun tidak menyebutkan nilainya, ekspor alutsista buatan Pindad tahun ini ditargetkan tumbuh 15% dengan menggenjot penjualan amunisi, senjata, dan kendaraan tempur ke negara-negara berkembang di Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika.

Terkait masalah anggaran militer RI yang terbilang lebih kecil ketimbang negara tetangga, seperti Singapura, Sugeng berpendapat semua itu sudah dipertimbangkan masak-masak oleh pemerintah dan DPR sesuai kebutuhan negara ini.

Menurutnya, dalam situasi ekonomi yang belum mampu meraih surplus secara konsisten, ditambah kondisi geografis dan demografis yang cukup luas dan kompleks, Indonesia harus menimbang skala prioritasnya.

"Bukan berarti militer tidak butuh anggaran yang lebih besar. Hanya saja, kami harus lihat kebutuhan yang lain juga. Kalau kucuran anggaran terlalu besar untuk Hankam, tapi yang lainnya timpang, nanti apa kata dunia? Bisa-bisa terjadi mosi tidak percaya,"  tuturnya.

Di Indonesia, alokasi untuk pertahanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 menembus Rp102 triliun. Sebelum rancangan APBN 2016 disetujuai DPR, alokasi dana pertahanan untuk tahun depan turun menjadi Rp96,7 triliun.

Padahal, negara-negara lain di Asean semakin getol mempertangguh industri alutsistanya. Berdasarkan analisis Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), belanja pertahanan anggota ASEAN pada 2014 mencatatkan tren pelonjakan signifikan.

Belanja militer Brunei Darussalam melonjak 28,2% pada 2014 dari tahun sebelumnya, Kamboja naik 14,4%, dan Vietnam tumbuh 14,1%. Indonesia justru satu-satunya negara yang menunjukkan pelemahan anggaran militer dengan belanja yang hanya bertumbuh 9,5%.

Di sisi lain, pertumbuhan terpesat ditorehkan Singapura, yaitu sebesar 18,3%. Itu berarti anggaran belanja pertahanan negara tersebut setara dengan gabungan belanja militer Vietnam, Filipina, dan Myanmar.

Namun, menurut SIPRI, selama 2010-2014 belanja militer Indonesia mengalami kenaikan sebesar 50,6% atau yang tertinggi di Asia Tenggara setelah Vietnam (59,1%) dan Kamboja (56,2%). Indonesia mendominasi 18% dari total belanja pertahanan Asean.

Indonesia sempat menunjukkan pola belanja militer yang tumbuh paling pesat di kawasan pascakrisis finansial Asia pada 1997. Antara 2001 dan 2014, belanja pertahanan RI naik 664% dari di bawah US$1 miliar menjadi lebih dari US$7 miliar, papar laporan tersebut.

Pertumbuhan terpesat terjadi pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di mana belanja pertahanan naik 290% antara 2005 hingga 2014. Namun, sejak 2014military expenditureRI merosot 16% jika mengacu pada mata uang dolar AS atau 4,8% jika mengacu pada rupiah.

Tahun lalu, belanja pertahanan mendominasi 4,1% dri total APBN, atau lebih rendah dari rerata anggaran regional sebesar 8,8%. Setahun belakangan,defense spendingRI juga menyentuh rekor terendah di ASEAN, yaitu 0,8% dari rerata kawasan sebesar 2,2%.

Rata-rata belanja alutsista per kapita Indonesia adalah US$27,8, alias terendah kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Pada April 2015, DPR berencana menggenjot anggaran militer menjadi US$15 miliar pada 2020.

Target itu sama saja dengan menaikkan anggaran dua kali lipat dari budget pertahanan saat ini. Itu juga berarti belanja pertahanan per kapita naik dari 0,8% menjadi 1,5% dari total produk domestik bruto (PDB).

Baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut B. Pandjaitan mengungkapkan pemerintah berniat mengerek anggaran pertahanan sebesar 0,8%-1% per tahun, sebagai usaha menjadi negara berkekuatan ekonomi terbesar di kawasan.

[Peningkatan anggaran] Ini bagus untuk masa depan. Kalau Indonesia berkembang menjadi salah satu dari tujuh kekuatan ekonomi dunia, pada saat yang sama RI sudah mempunyai militer yang bagus juga, ujarnya pertengahan pekan ini.

Industri pertahanan pun ingin semakin diperkuat, tangguh, dan berdaya saing agar peralatan tempur TNI tidak lagi perlu membeli dari negara lain. Hal itu sesuai dengan amanah UU No.16/2012 tentang Industri Pertahanan.

Yah, apapun yang sedang direncanakan untuk memperkuat industri pertahanan negeri ini, mudah-mudahan sesuai dengan moto yang digembar-gemborkan divisi Kavaleri, Jaya di Masa Perang, Berguna di Masa Damai.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper