Kabar24.com, PALEMBANG-- Masyarakat Sumatra Selatan dinilai masih malu melaporkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak kepada pemerintah daerah.
Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sumsel, Susna Sudarti mengatakan, perilaku itu membuat angka kekerasan sesungguhnya dapat lebih besar.
"Bukan tidak mungkin jika faktanya kasus kekerasan lebih banyak dari yang tercatat. Karena saat ini, masih banyak masyarakat yang tidak ingin melaporkan kasus kekerasan yang dialami kepada P2TP2A," katanya, Kamis (29/10/2015).
Menurut dia, kasus terbanyak juga tercatat berasal dari Provinsi Sumsel sendiri. Berdasarkan catatan P2TP2A dan WCC, ada sebanyak 242 kasus.
"P2TP2A sendiri mencatat baru ada 37 kasus yang melapor," ungkap dia.
Susna memandang perlunya memasifkan sosialisasi produk-produk hukum yang melindungi hak-hak perempuan dan anak baik kekerasan seksual maupun kekerasan lainnya.
Ia juga mengimbau kepada kabupaten/kota untuk melaporkan banyaknya kasus kekerasan kepada perempuan dan anak secara kontinue.
"Hingga sekarang, Muratara, OKUT dan OKUS belum memberikan laporan ke kita," jelasnya.
Dia mengemukakan, P2TP2A memiliki prosedur tersendiri yakni jika ada korban yang mendapat tindakan kekerasan, maka pihaknya akan mengkonfirmasi terlebih dahulu.
"Kami tanyakan permasalahannya dan apa yang terjadi pada dirinya. Jika terjadi pelecehan seksual, maka akan kita dampingi hingga ke kepolisian. Dalam hal ini Polda Sumsel," kata dia.
Nantinya, kata dia, Polda akan melakukan pemeriksanaan dan kepengurusannya. Namun pihaknya tidak akan lepas tangan, P2TP2A akan mendampingi kasus tersebut.
Namun, kata dia, banyak juga korban yang melapor langsung ke Polda atau Polresta. Seperti pada kasus pemerkosaan ayah kandung kepada anaknya hingga hamil.
"Mereka melapor langsung ke Polresta, namun kita juga mendampingi. Kami datangi dan berikan konseling kepada korban. Kami kirim psikolog kesana," katanya.