Kabar24.com, JAKARTA -- PT Dampar Golden International (DGI) membantah melakukan pemurnian pasir besi ilegal di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, terkait dengan kasus kematian petani Salim Kancil dan dugaan aliran dana ilegal.
Direktur PT DGI Nurdianto Prabowo mengatakan penambang liar melakukan penggalian hanya untuk aktivitas Galian C, bukan pasir besi macam yang dilakukan perseroan.
Walaupun demikian, PT DGI menyatakan sebesar 40% sahamnya dimiliki oleh PT Indo Modern Mining Sejahtera (IMMS) yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP).
"Terkait dugaan pelaku pencucian pasir penambang liar, PT DGI tidak pernah melakukan pencucian pasir hasil dari penambangan liar karena bahan baku yang diolah adalah hasil penambangan legal PT IMMS," kata Nurdianto dalam keterangannya, Senin (12/10).
Dia menuturkan perseroan pun memiliki izin pemurnian dari Pemerintah Kabupaten Lumajang terkait dengan aktivitas bisnisnya.
Nurdianto memaparkan daerah operasi PT IMMS adalah Dusun Dampar, Desa Bades dengan area 872 hektare sesuai dengan izin yang diperoleh pada 2011.
Menurutnya, PT DGI hanya sempat melakukan dua kali aktivitas ekspor yakni 10.000 metrik ton dan 18.000 metrik ton masing-masing pada September dan November 2013.
Sedangkan pada Desember 2014, pihaknya mengirimkan surat ke Kementerian ESDM untuk pemberitahuan penghentian operasi terkait kebijakan pemerintah soal ekspor bahan mentah.
"PT DGI hanya melakukan pengeksporan sesuai dengan prosedur yang semestinya, dan hanya melalui Pelabuhan Tanjung Tembaga, Probolinggo dan tidak ada pelabuhan lain lagi yang kami gunakan," paparnya.
Dengan demikian, Nurdianto menuturkan pihaknya membantah terkait dengan kasus kematian petani Salim Kancil seperti yang ramai diwartakan selama ini.
Dia juga menuturkan hubungan perseroan dengan masyarakat relatif baik dengan adanya dukungan perusahaan dalam kegiatan dusun.
Dalam situs resminya, PT DGI menyatakan pihaknya menyediakan konsentrat besi berkualitas tinggi dengan biaya produksi rendah, untuk perusahaan-perusahaan pembuat baja di China dan negara lainnya di Asia.
Perusahaan itu merupakan anak usaha dari Asia Resources Holdings Limited, yang tercatat pada Hong Kong Stock Exchange.
Selain pasir besi, bisnis perseroan juga berada di sektor properti, sekuritas, dan perdagangan emas.
5 Pelanggaran
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Nur Kholis telah meminta kepolisian untuk membongkar praktik penambangan pasir besi secara ilegal. Lembaga itu juga meminta kepolisian memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Nurkholis juga mengungkapkan Pemerintah Kabupaten Lumajang harus melakukan evaluasi dan peninjauan kembali terhadap pemberian izin penambangan di wilayah tersebut.
"Menetapkan status quo terhadap kegiatan terhadap pemberian izin penambangan di wilayah Kabupaten Lumajang," kata Nur Kholis dalam keterangannya, pekan lalu.
Komnas HAM juga menyatakan sedikitnya terdapat 5 hak asasi manusia (HAM) yang diduga dilanggar dalam kasus pembunuhan tersebut.
Hal itu terdiri dari hak untuk hidup, hak untuk tidak mendapat perlakukan yang kejam, hak untuk tidak ditangkap secara sewenang-wenang,hak atas rasa aman, dan hak anak.
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari enam organisasi lingkungan dan pemantau hak asasi manusia (HAM) juga menyatakan kepolisian belum sama sekali menyentuh aktor korporasi. Mereka menuturkan kasus konflik tambang pasir besi di Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, harus dilihat sebagai kasus yang terstruktur.
"Aktor pemicu dan pengambil keuntungan besar atas penambangan pasir besi di Lumajang belum disentuh," kata Muhnur Satyahaprabu, Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi.
Pada Mei lalu, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan Direktur Utama PT IMMS Lam Cong San dan Sekretaris Komisi Penilai Amdal Kabupaten Lumajang Abdul Ghafur sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Keduanya diduga terlibat dalam korupsi perizinan tambang besi.