Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) siap membongkar aliran dana hasil pertambangan pasir besi di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur yang menewaskan petani Desa Selok Awar-Awar, Salim Kancil.
Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengatakan pihaknya merupakan mitra dari penegak hukum dalam hal ini. Oleh karena itu, PPATK meminta kepolisian untuk segera mengirimkan permohonan penyelidikan kepada PPATK.
"Kepolisian dapat mengirimkan permohonan itu kepada PPATK, karena kami bisa memeriksa rekening bank. Baik itu untuk menyelidiki perusahaan maupun anggota [kepolisian] yang diduga terlibat," kata Agus kepada Bisnis.com di Jakarta.
Dia menuturkan setelah pemberian data, PPATK bersama kepolisian akan melakukan gelar perkara untuk menunjukkan bagaimana aliran dana itu terjadi. Dalam proses penyidikan, paparnya, PPATK pun bisa memberikan bantuan untuk membaca data maupun keterangan ahli.
Agus juga menyarankan penjeratan tindak pidana yang harus digunakan adalah melalui tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurutnya, hal itu akan lebih cepat untuk membongkar jaringan dan diketahui kemana saja aliran dana itu dalam kasus tersebut.
Terkait dengan penuntutan dalam kasus tersebut, dia menambahkan, penegak hukum juga dapat melakukannya secara kumulatif dengan melibatkan TPPU. Agus mengungkapkan tindak pidana asal dalam kasus pasir besi di Kabupaten Lumajang bisa pelbagai macam, yakni dari pembunuhan dan lingkungan hidup.
"Dengan melibatkan penuntutan tindak pidana pencucian uang, pemulihan aset dapat dilakukan," kata Agus. "Ketika ada penggalian pasir besi, maka uang ilegalnya itu bisa dikembalikan lagi semaksimal mungkin. Biasanya kejahatan keuangan, mereka memakainya untuk investasi lagi."
Polda Jawa Timur sedikitnya telah menetapkan 22 orang menjadi tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan maupun penganiayaan berat petani Desa Selok Awar-Awar, Salim Kancil dan rekannya Tosan. Tosan kini tengah mendapatkan perawatan di rumah sakit, sedangkan Salim tewas pada 26 September 2015.
Komisi Nasional dan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan sejumlah organisasi sipil menyatakan dugaan keterlibatan perusahaan sangat perlu ditelusuri. Selain itu, aliran dana hasil pertambangan pasir besi pun harus diungkapkan. Sementara itu, sejumlah anggota Komisi III DPR RI juga meminta PPATK membongkar aliran dana hasil pertambangan pasir besi itu karena diduga melibatkan banyak pihak, termasuk kepolisian.
DANA HARAM
Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan langkah yang dilakukan PPATK akan menjadi penerang bagi kasus-kasus terkait dengan industri ekstraktif di Tanah Air. Dia menuturkan selama ini publik hanya menduga-duga soal keterlibatan aparat pemerintah, aparat keamanan, tentara hingga preman terkait dengan aliran dana haram dalam kasus pertambangan.
"Sebab industri ekstraktif ini dikenal dengan wajah penyuapan, ketika ingin mendapatkan izin usaha dan lokasi. Perampasan tanah dan perusakan lingkungan saat beroperasi, dan penggelapan pajak saat menjalankan usaha," kata Iwan ketika dihubungi kemarin.
Polisi, kata Iwan, harus menindaklanjuti langkah PPATK untuk kemudian disebarluaskan kepada publik. Menurutnya, industri ekstraktif terus bertahan karena ada persoalan pencucian uang, walaupun mendapatkan perlawanan terus menerus oleh masyarakat sekitar.
Koalisi Masyarakat Sipil sebelumnya mempertanyakan ke mana pasir besi di Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dijual dan kemana dugaan aliran dana yang dikutip oleh preman terhadap ratusan truk yang lewat ke luar kabupaten tersebut.