Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PDIP Ubah RUU Pengampunan Nasional Jadi Pengampunan Pajak

Fraksi PDIP mengubah nama RUU Pengampunan Nasional menjadi RUU Pengampunan Pajak lengkap dengan mengganti sejumlah pasal yang dianggap mampu mengampuni pelaku tindak pidana.
Ilustrasi
Ilustrasi

Kabar24.com, JAKARTA — Fraksi PDIP mengubah nama RUU Pengampunan Nasional menjadi RUU Pengampunan Pajak lengkap dengan mengganti sejumlah pasal yang dianggap mampu mengampuni pelaku tindak pidana.

Penggantian nama Rancangan Undang-Undang (RUU) itu dilakukan setelah sejumlah anggota dewan dari PDIP menggelar pertemuan mendadak dengan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di ruang Fraksi PDIP di Kompleks Gedung Parlemen, Jumat (9/10/2015).

Pertemuan digelar bersama anggota DPR Wiryanti Sukamdani, Masinton Pasaribu, Hendrawan Supratikno, Arya Bima, Ichsan Soelistyo, Rudianto Tjen, dan Bambang Wuryanto.

Mayoritas yang menghadiri pertemuan itu menandatangani usulan dua RUU tersebut.

Hendrawan Supratikno, anggota Badan Legislasi DPR dari PDIP, mengatakan penggantian nama RUU tersebut, lengkap dengan penggantian sejumlah pasal dan ketentuan lain yang dianggap mampu mengampuni koruptor, seperti pasal 10 yang tertuang dalam draf RUU.

“Nanti akan diubah agar pelaku korupsi tidak masuk dalam kategori pengampunan pajak itu. Jadi RUU ini akan menjadi penyempurnaan dari tax amnesty,” katanya setelah pertemuan di ruang 0723 lantai 7 Nusantara I.

Menurutnya, rencana pengubahan nama RUU itu sudah bulat dan akan segera dikoordinasikan dengan fraksi pengusung lain seperti Fraksi Partai Golkar, Fraksi PPP dan Fraksi PKB.

Seperti diketahui, RUU tersebut dianggap publik sebagai alat pemutihan harta korupsi itu. Ada 12 anggota dewan dari Fraksi PDIP ikut mengusulkan RUU yang mengundang kontroversi tersebut, antara lain Nusyirwan Soejono dari Komisi V, Aria Bima dari Komisi VI, dan Dwi Ria Latifa dari Komisi III.

Awalnya, RUU yang diusulkan oleh 21 anggota dewan lain di luar Fraksi PDIP itu merupakan salah satu instrumen kebijakan yang bisa diberikan oleh pemerintah untuk mendorong rekonsiliasi nasional serta meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

RUU itu disodorkan menyusul kuatnya dugaan bahwa para pelaku kejahatan cenderung membawa lari hasil tindak pidana ke luar negeri sebagai bentuk pencucian uang yang diduga berjumlah Rp3.000 triliun.

Pengusul juga menguatkan dalih munculnya beleid pengampunan nasional dengan mengacu instrumen pengampunan pajak yang telah dilaksanakan pada 1964. Pengampunan itu mempertimbangkan ketentuan fiskal tidak membeda-bedakan asal usulnya, halal atau hasil korupsi.

Sesuai dengan draf RUU per 1 Oktober 2015 yang sudah dibahas di Baleg DPR, subjek pengampunan nasional diberikan atas seluruh harta yang dilaporkan dalam Surat Permohonan Pengampunan Nasional, baik yang berada di dalam wilayah Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia.

Adapun objeknya sangat beragam. Termasuk pelaku tindak pidana yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa atau yang dikenal sebagai extraordinary crime, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan manusia. Contohnya koruptor, pengemplang pajak, hingga pelaku TPPU.

Jadi, hanya dengan membayar sejumlah uang tebusan dengan kisaran 3%-8% dari total harta yang dilaporkan, pelaku tindak pidana yang tidak dalam penanganan kasus oleh penegak hukum, bisa mengajukan pemutihan harta kekayaan hasil korupsi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper