Bisnis.com, JAKARTA - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan penambangan pasir besi di area pesisir merupakan pelanggaran hukum karena merusak ekologi dan merugikan masyarakat.
Ketua Bidang Penggalangan dan Partisipasi Publik KNTI Misbachul Munir menyatakan penambangan pasir besi di pesisir Kabupaten Lumajang dan wilayah Selatan lainnya merupakan pelanggaran melawan hukum.
Pernyataan KNTI adalah terkait dengan kasus kematian Salim Kancil, petani Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, terkait dengan penolakannya terhadap penambangan pasir besi di sana.
Misbachul mengatakan UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah melarang praktik pengkavlingan atau privatisasi wilayah pesisir.
"Setiap orang secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan penambangan pasir pada wilayah yang secara ekologis dan sosial menimbulkan kerusakan lingkungan," kata dia dalam keterangan resminya, Selasa (29/9/2015).
Terkait dengan kasus Salim Kancil, Misbachul mendesak agar pemerintah menghentikan penambangan pasir besi di Lumajang dan pesisir selatan Jawa serta wilayah lainnya di Indonesia. Hal itu, sambungnya, dikarenakan aktivitas tersebut merusak lingkungan dan ruang hidup masyarakat.
Selain itu, KNTI juga mendesak agar pemerintah memulihkan kerusakan pasir pesisir sebagaimana fungsinya sebagai kawasan produktif masyarakat pesisir. Misbachul pun menyatakan aparat hukum harus mengusut tuntas kasus dugaan pembunuhan terhadap Salim Kancil hingga aktor intelektualnya.
"Peristiwa ini menambah daftar panjang kejahatan pertambangan di Indonesia, petani menjadi salah satu aktor yang kerap menjadi korban," kata Misbachul.
Pada akhir pekan lalu, dua petani asal Desa Selok Awar-Awar, Salim Kancil dan Tosan diduga disiksa karena sikap mereka menolak penambangan pasir besi. Salim tewas dibunuh sedangkan Tosan kini tengah dirawat di rumah sakit. []