Kabar24.com, JAKARTA — Sejumlah lembaga swadaya masyarakat meminta DPR menyatukan sejumlah beleid pemilihan umum di Tanah Air untuk menyederhanakan penyelenggaraan pemilihan umum.
Lia Wulandari, peneliti politik dari Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), mengatakan ada hubungan yang tidak bisa dipisahkan antara aturan dan penyelenggaraan.
“Jika penyelenggaraannya disatukan, maka aturannya harus disederhanakan,” katanya, Senin (7/9/2015).
Aturan yang perlu dikodifikasi itu antara lain UU No. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, UU No. 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UU No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta UU No. 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Menurutnya, empat aturan itu harus disederhanakan untuk menghindari masalah-masalah akibat dasar hukum penyelenggaraan pemilu yang tidak setara.
Pada satu pihak, UU No. 8 sebagai dasar penyelenggaraan pemilu merupakan undang-undang pemilu terbaru dan terlengkap; di pihak lain, UU No. 42/2008 sebagai dasar penyelenggaraan pemilu presiden merupakan beleid lama dan banyak kekurangan.
“Ketimpangan itu terjadi, terutama dalam mengatur pelaksanaan tahapan pemilu, khususnya pendaftaran pemilih dan pemungutan dan penghitungan suara, serta dalam penegakan hukum pemilu,” ujarnya.
Penyederhanaan beleid pemilu itu juga diungkap Erik Kurniawan, peneliti politik dari Indonesia Parliamentary Center (IPC). Bahkan untuk pileg dan pilpres, dalam Putusan No. 14/PUU-XI/2013, secara tidak langsung Mahkamah Konstitusi mendorong semua pemangku kepentingan pemilu untuk melakukan kodifikasi undang-undang pemilu.
Menurutnya, putusan tersebut menyatakan bahwa pemisahan penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilu presiden tidak konstitusional, sehingga pada Pemilu 2019, penyelenggaraan dua pemilu itu harus diserentakkan.
Memang, lanjutnya, dalam penyatuan undang-undang pemilu tersebut masih terdapat perdebatan tentang keberadaan pengaturan pemilu kepala daerah.
“Namun aturan pilkada dalam satu naskah beleid pemilu juga bisa berfungsi untuk menjaga kesamaan standar pengaturan dalam penyelenggaraan semua jenis pemilu,” ujar Erik.
Atas pertimbangan tersebut, jelas Erik, ada baiknya aturan pilkada masuk ke dalam naskah kodifikasi undang-undang pemilu.
“Dengan demikian, semua jenis pemilu akan mengacu dalam satu kitab undang-undang,” ujarnya.