Bisnis.com, JAKARTA — DPR meminta pemerintah mewaspadai sejumlah ancaman yang berisiko menggagalkan Pemilihan Kepada Daerah serentak gelombang I yang sesuai rencana akan digelar pada 9 Desember 2015.
Wakil ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan pemerintah, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara maupun Kementerian Dalam Negeri harus mewaspadai sejumlah risiko yang mampu menggagalkan Pilkada serentak yang digelar di 269 provinsi dan kabupaten/kota.
“Perlu ada perencanaan yang matang untuk mengantisipasi risiko konflik atau hal lain yang bisa menggangu penyelenggaraan pemilu. Ini harus dilakukan sebelum terjadi,” kata Fahri Hamzah dalam Rapat Kerja Gabungan membahas Pengamanan dan Sengketa Pilkada 2015, di DPR, Kamis (25/6/2015).
Selain anggaran pilkada yang dianggarkan dalam APBD dan dibantu dengan APBN, paparnya, anggaran dan kesiapan pasukan pengamanan juga merupakan hal yang harus disiapkan.
“Saya minta perhatian khusus dari pemerintah untuk menjamin keamanan pesta demokrasi nanti,” ujarnya.
Jangan sampai, tegasnya, pilkada serentak gelombang I itu justru diwarnai konflik yang berisiko mencederai nilai-nilai demokrasi.
“Pilkada serentak bisa berjalan itu tergantung antara lain kesiapan penyelenggara, pengawas, dan pengamanan,” lanjut Fahri.
Hal senada diungkap Benny K Harman, Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat.
“Anggaran pengamanan harus disiapkan secara matang untuk menjamin situasi yang kondusif menjelang, saat, dan pascapilkada,” tegas Benny.
Menurut Benny, pengamanan pilkada serentak harus menjadi perhatian khusus menyusul masih adanya sejumlah kekurangan anggaran pengamanan pilkada serentak yang diakui Polri.
“Ini tidak bisa dianggap sepele. Jangan sampai, keamanan justru dijamin oleh pihak atau peserta pilkada yang memiliki dana,” tegasnya.
Secara rinci, Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri Komjen Pol. Putut Bayuseno mengatakan dana pengamanan pilkada serentak masih kurang sebanyak Rp712,69 miliar dari total kebutuhan Rp1,07 triliun.
Untuk itu, tegas Putut, Mabes Polri meminta kapolda dan kapolres untuk segera berkoordinasi dengan gubernur dan bupati/wali kota guna membahas dana pengamanan tersebut. “Kami siap untuk menyelesaikan masalah ini,” tegasnya.
Adapun anggaran dukungan bila terjadi peristiwa konflik krusial di sebuah daerah maka akan digunakan dana Rp54,92 miliar yang berasal dari APBN.
“Dana itu digunakan untuk menggeser pasukan dari satu titik pengamanan ke pusat konflik,” tuturnya.
Menanggapi hal itu, Mendagri Tjahjo Kumolo belum secara gamblang memaparkan penuntasan penganggaran dana pengamanan.
“Dari hasil pemantauan, ternyata bervariasi. Penganggaran dana keamanan ada yang sudah disediakan dan ada juga yang belum dianggarkan,” katanya.
Kendati masih ada masalah anggaran, Mendagri meminta kepala daerah untuk tidak mengabaikan tugas dan tanggung jawab dalam menyukseskan pilkada serentak.
“Jika tidak bisa masuk dalam kategori makar ataupun sabotase,” tegasnya.
Adapun untuk anggaran penyelenggaraan pilkada serentak, Mendagri mengungkap sudah tidak ada masalah.
“Data Naskah Perjanjian Hibah Daerah [NPHD] Pilkada serentak untuk daerah dengan KPU sudah tidak ada masalah. Saya kira selesai semua. Termasuk soal anggaran dengan predikat cukup dan tercukupi,” katanya.
Untuk anggaran Badan Pengawas Pemilu di tingkat pusat maupun daerah juga sudah selesai 234 daerah dari 269 daerah.
Sisanya, atau sebanyak 13,1% daerah masih dalam proses.
Saat ini, KPU sudah menjalankan sejumlah tahapan pilkada serentak gelombang pertama.
Sesuai dengan rencana, tahapan pendaftaran calon kepala daerah dijadwalkan pada 26 Juli hingga 28 Juli 2015.