Bisnis.com, JAKARTA — Badan Anggaran (Banggar) DPR memastikan usulan dana aspirasi daerah pemilihan Rp11,2 triliun yang masuk dalam RAPBN 2016 akan diukur sesuai dengan kebutuhan dan pengembangan daerah.
Ketua Banggar Ahmadi Noor Supit mengatakan anggaran Rp20 miliar yang diusulkan tersebut merupakan batas maksimal dari pengajuan masing-masing anggota DPR. “Jika kebutuhannya hanya Rp1 miliar ya itu saja yang disetujui,” katanya di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Rabu (10/6/2015).
Namun demikian, jelas Supit, jika kebutuhan pengembangan dan pembangunan daerah pemilihan melebihi pagu, anggota dewan bisa menggandeng anggota lain untuk merealisasikan kebutuhan konstituennya.
Jadi, jelasnya, jika dana itu tidak terserap akan dikembalikan ke negara dalam bentuk sisa lebih perhitungan anggaran (silpa). “Secara teknis, akan dibicarakan lebih lanjut. Yang jelas, implementasinya harus bersama-sama pemerintah daerah. Nanti akan dibentuk perda dan lantas diimplementasikan.”
Saat ini, Banggar dan pemerintah masih membahas secara intensif usulan tersebut sesuai dengan klasifikasi dan teritorial daerah pemilihan. “Saat ini kami masih bicara untuk 77 daerah pemilihan di Tanah Air.”
Sementara itu, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran menilai pengajuan dana aspirasi daerah pemilihan Rp11,2 triliun oleh DPR dalam RAPBN 2016 hanya akan menciptakan lahan korupsi baru bagi anggota DPR.
Sekretaris jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto beranggapan dana aspirasi daerah itu hanya sebatas pengubahan nama dari dana bantuan sosial (bansos) yang dulu pernah menjerat banyak anggota DPR dalam pusaran kasus korupsi.
“Tidak ada bedanya dengan dana bansos. Dengan adanya usulan itu, DPR hanya menciptakan lahan baru untuk memperkaya diri sendiri dengan merampok dana APBN,” katanya sat dihubungi Bisnis.com, Rabu (10/6/2015).
Menurutnya, anggota DPR cukup mengusulkan aspirasi dari daerah pemilihannya seperti mengusulkan peningkatan porsi dana kesehatan dan pendidikan dari APBN. “Tidak lantas mengelola anggaran untuk daerah pemilihannya.”
Dengan mengelola anggaran untuk kepentingan daerah pemilihan, jelasnya, DPR berisiko melanggar UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara serta UU No.17/2014 tentang MD3 karena dalam dua beleid itu anggota DPR tidak berhak mengelola anggaran.