Bisnis.com, JAKARTA — Pengajuan dana aspirasi daerah pemilihan Rp11,2 triliun oleh DPR dalam RAPBN 2016 berisiko memunculkan kesenjangan serta menghambat pemerataan pembangunan di Tanah Air.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan pengajuan dana Rp20 miliar per anggota dewan/tahun tersebut sangat berisiko menghambat pembangunan infrastruktur di Tanah Air.
Risiko terhambatnya pembangunan tersebut lantaran lebih banyaknya anggota dewan yang berasal dari daerah pemilihan Jawa. Dari 560 anggota dewan, 306 berasal dari daerah di Pulau Jawa. “Dengan demikian, dana aspirasi tersebut akan banyak dialokasikan untuk di Pulau Jawa,” katanya saat dihubungi, Selasa (9/6/2015).
Belum lagi, tuturnya, alokasi anggaran yang tidak terserap. “Misalnya anggaran dana aspirasi daerah pemilihan di Pulau Jawa. Kalau tidak terserap yang lantas menjadi sisa lebih perhitungan anggaran [silpa]. Padahal, pada tahun anggaran tersebut bisa dialokasikan untuk membangun infrastruktur oleh pemerintah di pulau yang membutuhkan.”
Menurutnya, jika pengajuan dana tersebut disetujui hanya akan memunculkan kesenjangan pembangunan antara Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya. “Keuntungan yang didapat dari pengajuan itu hanya lah investasi politik pribadi di daerah pemilihan.”
Seperti diketahui, dana aspirasi tersebut sudah pernah diajukan oleh DPR dengan ebsaran Rp15 miliar per anggota dewan/tahun dalam RAPBN 2011. Namun ditolak dalam sidang paripurna dengan alasan berisiko melanggar aturan dan bertentangan dengan pemerataan dan keadilan.