Kabar24.com, BENGKULU— Guru cantik ini rela dibayar Rp5 ribu sejam mengajar anak-anak di kampungnya, di Madrasah Tsanawiyah Syuhada Desa Aur Cina, Kecamatan Selagan Raya, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu.
SIMAK: 10 Negara Ini Punya Sekolah Terbaik di Dunia
Guru berparas cantik itu adalah Susita. Dia ingin anak-anak di kampungya semua bersekolah meski tak ada biaya. Wanita berusia 23 tahun ini adalah sarjana lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Geografi di Universitas Hazairin Bengkulu.
SIMAK: Berusia 23 Tahun, Cewek Ini Lebih Kaya dari Ratu Elizabeth II
Kendati lulusan sarjana, Susita tak ambil pusing dengan gajinya, yang mungkin, dihargai senilai lima gorengan.
"Hanya ini yang bisa saya buat untuk kampung saya," ujar Rabu (13/5/2015).
Menurut Susita, gaji itu hanya untuk pengganti bensin, dan dia tidak pernah meminta upah mengajar kepada Muhammad Zabur, pemilik MTs Syuhada, sekolah gratis, tempat anak-anak kampung itu menuntut ilmu.
Sejak lulus kuliah pada 2014, Susita langsung pulang kampung. Dia diminta Zabur untuk mengajar di Mts Syuhada. Bagi Susita, gaji bukan hal utama. Baginya pendidikan anak-anak di desanya jauh lebih penting dari sekadar materi, demikian pengakuannya. Selama ini banyak anak usia sekolah itu gagal melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi karena tak ada biaya.
Dibayar Rp200 Ribu
Susita mengaku sepekan dia mengajar tiga kali dengan total jam mengajar 10 jam per pekan, sehingga setiap bulannya Susi hanya mengantongi Rp200 ribu, sebagai pengganti uang bensin. Untuk mengajar biasanya dia menggunakan kendaraan bermotor. Jalan yang dia lalui penuh koral dan penuh lubang.
Jika musim hujan jalanan berlumpur dan licin. Namun, hal itu tidak menghalanginya, untuk berbagi ilmu dengan anak-anak didiknya di sekolah yang berada di tepian hutan tersebut.
"Kalau bukan kita siapa lagi," ujar Susita.
Susita tidak sendiri, perjuangan meningkatkan taraf pendidikan bagi masyarakat di desanya dilakukannya bersama 14 orang guru lainnya. Mereka mendapatkan gaji yang sama, dan terkadang harus bersabar hingga beberapa bulan. Terkadang, mereka mengajar dengan membeli bensin dari kantong sendiri.
Semua anak-anak berasal dari kampung tersebut. Seperti juga Susi, setelah menyelesaikan pendidikan di bangku kuliah mereka kembali ke desanya. Mengabdi untuk berbuat sesuatu bagi anak di desa mereka agar dapat mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Susi merasa apa yang dia dan teman-temannya lakukan memberi banyak perubahan di desa terutama dalam hal pendidikan. Sangat jarang saat ini melihat anak di desanya yang tidak sekolah.
"Allhamdulillah saat ini, tidak ada lagi anak kami yang tidak sekolah karena alasan tidak ada biaya," tuturnya.
Perjuangan
Semua ini, menurut Susita, tidak terlepas dari ide dan perjuangan Zabur untuk mendirikan sekolah menengah gratis di kampung mereka. Sosok Zabur, menurut Susita, adalah sosok yang sangat dibutuhkan desa. Karena sebelumnya tidak ada orang yang peduli terhadap persoalan pendidikan tersebut.
Susi berharap sekolah yang dibangun Zabur dapat terus berkembang dan semakin baik. Da meminta pemerintah membantu fasilitas sekolah milik Zabur mulai dari buku dan media pembelajaran lainnya, yang saat ini masih sangat minim, sehingga di masa mendatang fasilitas itu semakin baik, setidaknya sama dengan sekolah umumnya.
Seorang orangtua murid, Janin, 40, mengaku keberadaan sekolah MTs Syuhada milik Zabur sangat menolong, karena jika tidak ada sekolah tersebut, anak-anak mereka pasti putus sekolah karena tidak ada biaya.
"Kehidupan kami di sini sulit. Jika harus sekolah keluar dari kampung, kami tidak akan sanggup memenuhi biaya transportasi dan uang sekolah. Apalagi di sekolah Pak Zabur anak kami juga mendapat ilmu agama yang lebih banyak ketimbang sekolah umum," ucap Janin.