Kabar24.com, JAKARTA - Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga sebagai Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, tengah mempersiapkan putri pertamanya Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun menjadi penerus tahta Kraton.
Persiapan Pembayun menjadi Putri Mahkota Kasultanan Ngayogyakarta ini dikuatkan dalam prosesi Dawuh Rojo yang digelar secara tertutup di Siti Hinggil, Komplek Kraton, Selasa (5/5/2015).
Sultan mengganti gelar Pembayun menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng Ing Mataram.
Menanggapi situasi Kraton Jogja terkini mengenai Pembayun Calon Ratu, Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Margana, mengatakan Sultan berhak memilih gelarnya sendiri seperti juga raja-raja sebelumnya.
Menurut dia, keputusan menghilangkan gelar khalifatullah bisa dilihat sebagai sikap yang reflektif terhadap fungsi dan kedudukanya sebagai raja, khususnya sejak Kraton menjadi bagian dari Republik Indonesia.
Gelar itu, lanjut dia, sifatnya sangat simbolik, karena dalam praktiknya gelar itu tidak sepenuhnya terealisasi dalam kehidupan praktis.
Menurut Sri, dari perspektif politik kemungkinan Sultan ingin membangun tradisi baru, dan sebagai antisipasi bagi kelanjutan suksesi di Jogja.
“Namun dari perspektif kebudayaan barangkali agak disayangkan kalau gelar itu ditanggalkan sekalipun fungsinya simbolik,” kata Ketua Jurusan Sejarah FIB UGM itu.
Dia menjelaskan Sultan tahu persis seorang perempuan menurut Islam tidak diperkenankan sebagai pemimpin agama.
“Jadi ada tidaknya gelar khalifatullah itu pengaruhnya secara praktis dalam keagamaan,” katanya.
Ketika ditanyakan apakah nama atau gelar Mangkubumi itu identik dengan putra mahkota, Sri Margana mengatakan gelar Mangkubumi tidak selalu diberikan untuk putra mahkota.(Ujang Hasanudin/Mediani Dyah Natalia/JIBI/Harian Jogja)