Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KONFLIK KERATON NGAYOGYAKARTA: Siapa Dalang Di balik Keluarnya 3 Sabda Raja?

Kerabat Keraton Ngayogyakarta mencurigai kentalnya motif penguasaan harta dan kekuasaan sebagai pemicu keluarnya tiga sabda Raja Keraton Ngayogyakarta, Sri Sultan Hamengku Bawono (HB) X.
Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X (dua kiri) keluar dari Siti Hinggil Keraton Ngayogyakarta seusai mengeluarkan sabda raja atau perintah raja di Siti Hinggil Keraton Ngayogyakarta, Yogyakarta, Senin (5/5/15)/Antara
Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X (dua kiri) keluar dari Siti Hinggil Keraton Ngayogyakarta seusai mengeluarkan sabda raja atau perintah raja di Siti Hinggil Keraton Ngayogyakarta, Yogyakarta, Senin (5/5/15)/Antara

Kabar24.com, JAKARTA - Kerabat Keraton Ngayogyakarta mencurigai kentalnya motif penguasaan harta dan kekuasaan sebagai pemicu keluarnya tiga sabda Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Bawono (HB) X.

"Ada kelompok yang menginginkan perubahan di keraton agar bisa menguasai aset, terutama tanah keraton," kata Raden Mas Hertri Asning.

Hertri Asning adalah buyut Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Benawa, anak Sultan Hamengku Buwono (HB) VIII. Dia menganalogikan berbagai kelompok yang berkepentingan itu dengan strategi dalam militer untuk tujuan bisnis yakni asimetrix walfare.

Kelompok-kelompok tersebut melihat potensi bisnis di Yogyakarta, kemudian menerapkan strategi tersebut dengan merusak tatanan dalam keraton.

“Makanya kami bilang ada penyusup,” kata Hertri. Dia mencontohkan Coca Cola dan McDonald yang masuk ke Vietnam, lalu mengubah budaya di sana.

Cucu Benawa, Raden Mas Triheru, melihat kepentingan itu sudah tersirat dari ketiga sabda. Pada Sabdatama 6 Maret 2015, keluarga besar keraton diminta tutup mulut terhadap persoalan keraton. Sabdaraja 30 April 2015, nama Sultan diganti dari Buwono menjadi Bawono, serta menghilangkan gelar khalifatullah.

Sedangkan pada Dhawuhraja 5 Mei 2015, nama Pembayun diganti menjadi Mangkubumi. Triheru mempertanyakan Sultan yang menyebut dalam penjelasan sabdanya pada 8 Mei 2015, bahwa zaman Mataram ada sejak masa Ken Arok, masa Panembahan Senopati serta masa Hamengku Buwono.

“Kok, Ken Arok dimasukkan? Dari buku yang saya baca, Ken Arok itu orangnya ambisius. Menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta dan takhta,” kata Triheru.

Hertri Asning juga heran dengan penggantian nama anak sulung Sultan, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun, dengan menggunakan nama laki-laki yakni Mangkubumi. "Ini dipaksakan untuk dipakai pada Pembayun yang nama perempuan. Katanya, ada sesuatu karena sifatnya memaksa".

Sultan menolak mengomentari pernyataan-pernyataan dari trah Hamengku Buwono.  “Saya enggak mau jawab. Nanti di-maintenance sama pers,” katanya.

Saat ditanyakan apakah surat pemberitahuan berisi sabda-sabda tersebut sudah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, Sultan menjawab singkat.

“Belum. Nanti saja. Itu urusan saya,” katanya sambil masuk ke dalam mobil dinasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Yusran Yunus
Sumber : Tempo.co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper