Bisnis.com, JAKARTA- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sudah berkomunikasi dengan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti terkait pembatalan penahanan Ketua non-aktif KPK Abraham Samad oleh penyidik Polda Sulawesi Selatan dan Barat.
"Pimpinan KPK sudah berkomunikasi dengan Kapolri agar dapat memfasilitasi Kapolda Sulselbar, sekiranya tidak dilakukan penahanan terhadap Pak AS (Abraham Samad) dengan mempertimbangkan beberapa hal," kata Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji seperti dikutip Antara, Rabu (29/4/2015).
Pada Selasa (28/4/2015), penyidik Polda Sulselbar mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap Abraham Samad setelah sekitar tujuh jam menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen administrasi kependudukan Feriyani Lim pada tahun 2007.
Penahanan itu, menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulselbar Kombes Pol Joko Hartanto, dilakukan berdasarkan pertimbangan subjektif dan objektif. Pertimbangan subjektifnya, Abraham dikhawatirkan melarikan diri, mengulangi kembali tindak pidananya dan merusak barang bukti.
Sedangkan pertimbangan objektifnya adalah ancaman pidana penjara terhadap Abraham di atas lima tahun.
Namun Abraham dan tim pengacaranya menolak menandatangani berita acara penahanan tersebut.
Pengacara Abraham, Kadir Wakonubun mengatakan penahanan kliennya tidak bisa dilakukan begitu saja mengingat ada prosedur hukum yang berlaku padahal sebelumnya pihak kepolisian berjanji tidak akan melakukan penahanan.
Sedangkan menurut Indriyanto, Abraham tidak jadi ditahan demi membangun komunikasi Polri dan KPK.
"Pertimbangannya antara lain untuk membangun komunikasi kelembagaan aparat penegak hukum antara KPK dengan Polri. Perkembangan akhir, Pak AS tidak dilakukan penahanan," ungkap Indriyanto.
Menurut salah satu pengacara Abraham, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti sendiri juga langsung menelepon Abraham, selain pimpinan KPK yang juga menelepon Abraham.
Sementera itu, Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan bahwa Abraham Samad bersikap kooperatif sehingga tidak perlu ditahan.
"Kami memahami bahwa penyidik punya kewenangan melakukan penahanan terhadap seorang tersangka, namun sampai saat ini yang bersangkutan kooperatif dalam menjalani proses hukum. Kami akan mengirimkan surat permintaan penangguhan penahanan dengan jaminan lima Pimpinan KPK," kata Johan melalui pesan singkat sebelumnya.
Polda Sulselbar pada 9 Februari 2015 menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana Pemalsuan Surat atau tindak pidana Administrasi Kependudukan.
Penetapan tersangka itu berdasarkan laporan Feriyani Lim, warga Pontianak, Kalimantan Barat, yang juga menjadi tersangka pemalsuan dokumen paspor. Saat mengajukan permohonan pembuatan paspor pada 2007, Feriyani Lim memalsukan dokumen dan masuk dalam kartu keluarga Abraham Samad yang beralamat di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar.
Sangkaan yang ditujukan kepada Abraham adalah masalah kecil yang hanya terkait pemalsuan surat tindak pidana administrasi kependudukan berdasarkan pasal 264 ayat (1) subs pasal 266 ayat (1) KUHPidana atau pasal 93 Undang-undang RI No 23 tahun 2006 yang telah diperbaharusi dengan UU No 24 tahun 2013 tentang kependudukan.
Pasal tersebut menjelaskan mengenai "Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun".