Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korupsi di Kemenbudpar: Jero Wacik Mangkir dari Panggilan KPK

Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang selaku Menbudpar 2008-2011 yang diduga merugikan keuangan negara.
Jero Wacik/Antara
Jero Wacik/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang selaku Menbudpar 2008-2011 yang diduga merugikan keuangan negara.

"Untuk menghormati proses hukum karena praperadilan yang telah didaftarkan dan lembaga yudikatif cq Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah mengundang sidang, melalui kuasanya, Pak Jero Wacik memohon kepada yang terhormat penyidik KPK untuk menunda dulu pemeriksaan tersangka," kata pengacara Jero, Sugiyono melalui pesan singkat yang diterima, Kamis (9/4/2015).

Ketidakhadiran Jero kali ini adalah yang kedua. Jero juga tidak hadir dalam penjadwalan pemeriksaan dirinya sebagai tersangka pada Senin (6/4/2015) dengan alasan sedang mengajukan gugatan praperadilan.

Sidang praerpadilan Jero Wacik direncanakan berlangsung pada Senin (13/4/2015) dengan hakim tunggal Sihar H. Purba.

"Alasan tersebut (mengajukan praperadilan) dinilai patut dan wajar. Surat permohonannya tadi sudah dihaturkan ke KPK, rekan kami juga sudah mengkomumikasikan kepada penyidik dan telah dipersilakan memasukkan surat permohonannya sesuai prosedur," tambah Sugiyono.

Sugiyono berharap penyidik KPK menganggap alasan praperadilan merupakan hal yang wajar.

"(Ketidakhadiran pemanggilan) yang kemarin, melalui pihak PH juga sudah menghadap penyidik serta menghaturkan surat. Berhubung alasannya patut dan wajar mudah-mudahan yang terhormat bapak-bapak penyidik KPK berkenan memahaminya," ungkap Sugiyono.

Pada hari ini, KPK juga menjadwalkan pemanggilan sejumlah saksi dalam kasus yang sama dalam kasus yang sama.

Para saksi itu adalah Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kementerian Pariwisata 2008-2011 Retno Nur Wahyuni, Kasubag TU Pimpinan Biro Umum Sekretaris Jenderal Kemenpar Siti Alfiah alias Efi serta Kabag TU Pimpinan Biro Umum Sekjen Kemenpar Luh Ayu Rusminingsih.

KPK mengumumkan Jero Wacik sebagai tersangka dalam perkara korupsi di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada 6 Februari berdasarkan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Dugaan kerugian negara diperkirakan sekitar Rp7 miliar akibat penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan anggaran tersebut.

Sebelumnya KPK sudah menetapkan Jero sebagai tersangka dugaan korupsi dalam bentuk pemerasan dalam sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM terkait jabatan Jero Wacik sebagai Menteri periode 2011-2013 sejak 2 September 2014 lalu.

KPK menduga Jero Wacik melakukan pemerasan untuk memperbesar dana operasional menteri (DOM) dalam tiga modus yaitu menghimpun pendapatan dari biaya pengadaan yang dianggarkan Kementerian ESDM, meminta pengumpulan dana dari rekanan untuk program-program tertentu, menganggarkan kegiatan rapat rutin tapi rapat itu ternyata fiktif.

Hal itu diduga dilakukan Jero karena DOM sebagai menteri ESDM kurang dibandingkan dengan saat menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.

DOM itu diduga mengalir ke sejumlah pihak antara lain Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa, mantan ketua Komisi VII DPR fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana dan pimpinan media massa nasional Don Kardono.

Total dana yang diduga diterima oleh mantan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat itu adalah Rp9,9 miliar.

Dalam kasus tersebut KPK menyangkakan Jero Wacik dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 UU No. 31/1999 jo UU No 20/2001 jo Pasal 421 KUHP.

Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper