Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan menteri Perekonomian Rizal Ramli menilai banyak menteri kabinet kerja yang tidak mampu menyelesaikan masalah, justru menciptakan masalah sehingga menyebabkan tingkat kepuasan publik tidak sesuai harapan.
"Kalau ada masalah, langsung menaikkan harga. Kalau begitu menjadi tak perlu sekolah tinggi-tinggi. Banyak Menteri kualitas KW2 dan KW3, jadi wajar kebijakan menteri yang bersifat eksperimental dan dikeluhkan investor, " ujar Rizal, Senin (6/4/2015).
Perinyataan Rizal tersebut disampaikannya menanggapi hasil survei Indo Barometer tentang kepuasan publik menjelang setengah tahun pemerintahan Jokowi-JK. Publik yang menyatakan cukup puas terhadap kinerja presiden Jokowi hanya 57,5% dan tingkat kepuasan atas kinerja para menteri hanya 46,8%.
Menuruntya, jika tidak melakukan perubahan kinerja yang diperlukan maka dikhawatir waktu jemerintahan Jokowi-JK tidak berlangsung lama. Pasalnya, perubahan politik di Indonesia dinamis dan cair, ujarnya. Selain itu dia menilai bahwa rendahnya tingkat kepuasan publik disebabkan para menteri kabinet Jokowi-JK memiliki paradigma yang sangat sederhana seperti menaikkan harga bahan-bakar minyak.
Pada bagian lain, Rizal menegaskan masalah utama pemerintahan Jokowi-JK adalah tingginya tingkat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan terjadinya mismanajemen. Rizal mencontohkan seluruh pemasok di perusahaan BUMN itu terjadi KKN. Dengan demikian jika terjadi kerugian di perusahaan BUMN, jangan langsung disuntik dana BUMN tersebut, tapi harus dilihat dulu apa penyebab kerugiannya.
"Contoh PLN merupakan paling besar kerugiannya karena menyewa genset hingga triliunan rupiah. Selain karena KKN juga terjadi mismanajemen di PT PLN. Jadi jangan dulu bicara PLN subsidi rakyat, tapi dikaji dulu penyebab rugi PLN yang mismanajemen dan KKN, " katanya, Senin (6/4/2015).
Sementara itu, Direktur Megawati Institute menyatakan kurun waktu enam bulan merupakan proses transformasi struktural untuk memperbaiki keadaan secara fundamental khususnya bidang ekonomi. Menurutnya, hasil survei Indo Baromenter, memiliki korelasi positif high cost economy dengan persoalan rakyat.
"Saat ini pemerintahan sedang memberikan lemak-lemak yang ada kemarin seperti APBN yang memiliki belanja modal infrastruktur Rp300 triliun atau terbesar selama 10 tahun terakhir, " ujarnya menegaskan.