Kabar24.com, JAKARTA— Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) melalui juru bicaranya, Husain Abdullah, mengatakan hasil penyelidikan terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, ditemukan adanya indikasi dugaan tindak pidana korupsi dalam program Payment Gateway.
Menurut Husain, Kalla sudah menghubungi Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian menanyakan kasus yang menjerat Denny.
"Saat Denny berkunjung ke Kantor Wakil Presiden beberapa waktu lalu, dikatakan ada indikasi korupsinya," kata Husain di Istana Wakil Presiden, Jumat (27/3/2015).
Menurut Husain, saat itu Denny meminta kepada Kalla agar ia menghentikan pengusutan kasusnya. Denny, kata Husain, membawa embel-embel aktivis antikorupsi-nya pada saat meminta Kalla hentikan kasus kriminalisasi tersebut.
"Di hadapan Kalla, Denny minta tidak diperiksa. Dia bilang, 'Pak saya jangan diperiksa, kan saya aktivis antikorupsi'," kata Hussain menirukan omongan Denny.
"Kalla kaget dan mengatakan, 'Bah! Gimana ini? Kalau sejuta orang ngaku aktivis antikorupsi apa tidak bisa diperiksa?'"
Denny ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim atas dugaan tindak pidana korupsi dalam program Payment Gateway. Selama ini, Denny kerap membela Komisi Pemberantasan Korupsi. Denny bersuara lantang saat dua petinggi KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, diproses hukum oleh polisi.
Sebelumnya, mantan staf khusus presiden era Susilo Bambang Yudhoyono, Andi Arief mengaku mendengar Kalla yang memaksakan Denny jadi tersangka. Menurut Andi, Kalla mendapat masukan yang salah. Informasi yang diterima Kalla, Denny merugikan keuangan negara Rp 600 miliar dalam penerapan pembayaran paspor secara elektronik atau Payment Gateway.
Pengacara Denny, Defrizal, mengatakan kliennya kaget saat membaca berita yang menyebutkan Jusuf Kalla menjadi salah satu orang di balik penetapan tersangkanya. Menurut dia, Denny tak menyangka Jusuf Kalla bakal berbuat senekat itu.
"Katanya tidak bisa intervensi. Kalau benar, ya selama ini anggapan kami benar kasus Pak Denny ada kaitannya dengan kriminalisasi."