Bisnis.com, JAKARTA--Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai penambahan kewenangan Kantor Staf Presiden yang dipimpin oleh Luhut B. Pandjaitan seperti yang dituangkan dalam Peraturan Presiden No.26/2015 berisiko memicu koordinasi berlebihan yang berujung pada kesimpangsiuran di pemerintahan.
JK mengaku tidak diajak berkomunikasi oleh Presiden Joko Widodo terkait Perpres No.26/2015 tentang Kantor Staf Presiden yang berlaku sejak Senin (24/2/2015). Beleid ini menggantikan Perpres No. 190/2014 tentang Unit Staf Kepresidenan yang terbit akhir tahun lalu.
"Sekretaris Negara saja belum tahu, apalagi saya. Tidak tahu saya," kata JK di kantornya, Rabu (4/3/2015).
Dalam Perpres baru, kewenangan Kantor Staf Presiden melebar dibandingkan Perpres sebelumnya. Dalam Perpres No.190/2014, tugasnya adalah memberikan dukungan komunikasi politik, memberikan rekomendasi, monitoring, hingga evaluasi isu strategis kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Namun dalam Perpres No.26/2015, Kantor Staf Presiden memiliki empat fungsi inti, yakni pengendalian, penyelesaian masalah secara komprehensif, percepatan, dan pemantauan kemajuan program-program prioritas nasional. Tak hanya itu, Kepala Staf Kepresidenan juga diberi kewenangan untuk membentuk tim khusus dan gugus tugas lintas kementerian/lembaga.
"Mungkin nanti koordinasi berlebihan kalau terlalu banyak, ada instansi lagi yang bisa mengkoordinasi pemerintahan. Berlebihan nanti. Kalau berlebihan bisa simpang siur," tutur JK.
Wapres juga meminta pendapat Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM Tedjo Edhi Purdijatno dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terkait Perpres Kantor Staf Presiden.
"Ini tadi bahas itu, sharing saja sebagai Mendagri. Tapi kan masih diskusi belum ada keputusan. Kesimpulannya di Wapres," kata Tjahjo.
Adapun Tedjo Edhi memilih untuk tidak mengomentari kewenangan Kantor Staf Presiden. "Itu sudah terbentuk ya sudahlah. Biar Wapres saja yang menyelesaikan itulah, saya tidak pada posisi mengomentari hal itu," tutur Tedjo.