Bisnis.com, JAKARTA--PT Dhiva Inter Sarana dan Richard Setiawan selaku penjamin perorangan terancam pailit setelah mayoritas kreditur menolak perjanjian perdamaian yang ditawarkan.
Salah satu pengurus kedua debitur Allova H. Mengko mengatakan mayoritas kreditur telah menolak proposal tersebut kendati sudah direvisi oleh DIS dan RS. Proposal tersebut tidak menyebutkan secara gamblang terkait waktu dan perincian pembayaran utang.
"Belum bisa disebut pailit, kami harus menunggu putusan dari majelis hakim dulu," kata Allova yang ditemui seusai rapat kreditur, Senin (2/3/2015).
Dia memaparkan hasil pemungutan suara perdamaian DIS, kreditur separatis yang mewakili 67,72% dari total tagihan menolak, 32,28% abstain, dan tidak ada yang menerima. Kreditur separatis terdiri dari Bank DBS Indonesia, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Internasional Indonesia Tbk, PT BII Finance, dan PT Bank Permata Tbk.
Kreditur konkuren yang berjumlah enam tagihan, sebanyak dua kreditur yang mewakili 13,92% tagihan setuju dan empat yang mewakili 86,08%tagihan tidak setuju. Kreditur tersebut diantaranya PT Arta Trans Nusantara, Federal Hardware Engineering Co Pte Ltd, PT Asuransi Raksa Pratikara, dan PT Petro Oil Tools.
Sementara itu, hasil pemungutan suara perdamaian RS juga tidak berbeda jauh. Dua kreditur separatis yakni BRI dan Bank DBS menolak tawaran perjanjian perdamaian. Adapun, kreditur konkuren yang mewakili 72,83% tagihan menolak, 27,15% abstain, dan 0,2% menerima.
Pengurus juga telah meminta debitur yang diwakili oleh Lukman Witono untuk mengakui aset milik DIS yakni seluruh pipa, beserta mesin produksi, dan pabrik di Batam melalui pernyataan tertulis. Namun, debitur menolak untuk menandatangani dan hanya meminta untuk dicatat dalam berita acara rapat.
Pihaknya akan segera menyerahkan laporan terkait hasil pemungutan suara tersebut kepada hakim pemutus melalui hakim pengawas. Adapun, putusan pengesahan perdamaian akan dibacakan pada 4 Maret 2015.