Bisnis.com, JAKARTA-- Ridwan. HR, pakar Hukum dari Universitas Islam Indonesia, mengatakan argumen yang menyatakan Komisaris Jenderal Budi Gunawan (BG) bukan penyelenggara negara dan penegak hukum, sehingga KPK tidak berkewenangan, dinilai tidak tepat.
Menurut dia secara teori, penyelenggara negara dalam administrasi negara dilihat dari dua hal. Pertama, apakah yang bersangkutan duduk dalam struktur lembaga publik. Kedua, apakah yang bersangkutan mendapatkan tunjangan gaji dari APBN.
“Secara teori dia [BG] menduduki jabatan struktur kenegaraan di instansi kepolisian. Lalu, kalau bukan pejabat negara lalu disebut pejabat apa? Mau disebut pejabat polisi swasta, katanya kepada Bisnis, di Jakarta, Sabtu (14/2/2015).
Mengacu pada kriteria kedua terkait tunjangan dari APBN, pada kasus BG menjabat di Polri tentu mendapat tunjangan dari negara.
“Dari mana kalau itu bukan dari negara,” katanya.
Menurut dia, antara-pejabat negara dengan penyelenggara memiliki substansi yang sama yaitu tunduk pada norma umum mengenai kenegaraan. Begitu pula soal jabatan eselon yang disandangnya.
“Mau eselon apa pun itu sudah jelas sistemnya sebagai pejabat negara. Eselon itu hanya nomenklatur penamaan,” katanya.
Adapun terkait status penegak hukum, Ridwan menilai secara institusional lembaga kepolisian merupakan lembaga penegak hukum. Secara tidak langsung BG adalah bagian dari institusi tersebut.
“Perkara nantinya dia penegak hukum atau administratif, intinya BG itu tidak dapat dilepaskan dari institusi Polri sebagai penegak hukum."
Belakangan penetapan tersangka BG oleh KPK dipermasalahkan karena dinilai bukan penyelenggara negara dan pejabat hukum. Sedangkan pada Pasal 11 UU RI No 30/2002 tentang KPK disebutkan kewenangan tindak pidana korupsi menyasar penegak hukum dan penyelenggara negara.
Senin (16/2/2015) sidang gugatan praperadilan Komjen BG memasuki tahap putusan sidang oleh hakim. Nantinya pada hari itu akan ditentukan gugatan praperadilan mantan ajudan Presiden Megawati tersebut.