Kabar24.com, JAKARTA -- Pelaksanaan hukuman mati terhadap terpidana narkoba dinilai tidak akan menghentikan peredaran barang haram itu di Indonesia.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan, pelaksanaan hukuman mati bagi para pengedar narkoba yang bakal dilakukan aparat keamanan bukan solusi untuk memutus mata rantai peredaran narkoba.
"Kontras pesimistis bahwa pernyataan akan efektif memotong mata rantai peredaran narkotika, karena mengeksekusi pengedar tidak akan ampuh memotong mata rantai produksi global narkotika," kata Koordinator Kontras Haris Azhar dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (17/1/2015).
Menurut Haris Azhar, hal itu juga masih ditambah dengan banyaknya bukti dan informasi bahwa proses hukum dijalankan secara tidak layak.
Untuk itu, KontraS juga mengecam keras pernyataan Jaksa Agung terkait rencana eksekusi enam terpidana demi menyelamatkan Indonesia dari bahaya narkoba.
"Pernyataan tersebut juga tidak mencerminkan agenda institusi Kejaksaan Agung pada tren global penghapusan hukuman mati dari sistem tata pidana nasional yang sesuai dengan agenda HAM global," katanya sambil berpendapat bahwa rencana eksekusi hukuman mati kepada enam terpidana tersebut akan mencoreng muka Indonesia di panggung HAM internasional.
Hal itu, ujar dia, karena para terpidana dinilai tetap memiliki hak untuk hidup dan mempertahankan hidup (Pasal 28A UUD 1945), termasuk jaminan hak atas hidup yang tercantum di dalam Pasal 6 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah melalui UU No 12/2005).
Haris Azhar juga menilai bahwa insiden eksekusi mati tersebut bakal menambah deretan panjang karut marutnya politik HAM Indonesia di era pemerintahan Presiden Jokowi.
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan eksekusi terhadap enam terpidana mati kasus narkoba akan dilakukan pada Minggu (18/1) pukul 00.00 WIB.
"Kita putuskan tanggal 18 Januari, jam 00.00 WIB di Nusakambangan dan Boyolali," katanya di Jakarta, Jumat (16/1).
Prasetyo menjelaskan teknisnya nanti disiapkan enam regu tembak karena enam terpidana mati dan dilakukan secara bersamaan atau serentak guna menjaga psikologisnya.
Jaksa Agung juga menyebutkan, saat ini para kedutaan besar sudah mendatangi Pulau Nusakambangan dan Boyolali karena akan melihat proses eksekusi warganya.
"Soal keluarga terpidana mati, itu urusan pihak kedutaan. Mau datang atau tidak itu urusan mereka. Kalau mau datang ya silakan datang," katanya.
Demikian pula dengan pihak rohaniawan, kata dia, sudah dipersiapkan sesuai dengan agamanya masing-masing.
Kejaksaan Agung menyatakan kelima terpidana mati saat ini sudah dikumpulkan di Pulau Nusakambangan untuk dieksekusi secara serentak pada 18 Januari 2015.
Sedangkan satu terpidana mati lainnya akan dieksekusi di Boyolali karena ditahan di LP Bulu, Semarang.
Keenam terpidana mati tersebut, yakni, Namaona Denis, 48, warga Negara Malawi, Marco Archer Cardoso Mareira, 53, warga Negara Brazil, Daniel Enemua, 38, warga Negara Nigeria, Ang Kim Soei, 62, warga negara Belanda, Tran Thi Bich Hanh, 37, warga negara Vietnam dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia, warga Negara Indonesia.