Kabar24.com, KAIRO/ISTANBUL -- Majalah satir Charlie Hebdo kembali mengundang kontroversi dengan publikasi mereka atas sebuah kartun baru tentang Nabi Muhammad.
Di bagian depan edisi terbarunya, majalah Charlie Hebdo menampilkan kartun Nabi Muhammad sedang menangis sambil membawa tanda bertuliskan "Saya Charlie", di bawah judul "Semua diampuni ".
Akibatnya, empati yang semula diarahkan ke majalah ini pascaserangan brutal yang menewaskan sejumlah orang, beberapa hari lalu justru berbalik menjadi kritik bahkan pernyataan kemarahan.
Ulama Muslim di Timur Tengah yang mengecam serangan pekan lalu di Charlie Hebdo, Rabu (14/1/2015) waktu setempat, mengkritik mingguan satir Prancis itu.
Berikut beberapa respons atas terbitnya kartun Nabi Muhammad Menangis tersebut:
Para pemimpin Muslim arus utama di seluruh dunia yang semula mengutuk keras serangan yang menewaskan 12 orang, banyak yang mengatakan keputusan untuk mencetak kartun baru Nabi Mohammad adalah provokasi yang akan menciptakan reaksi lebih lanjut.
Kartun seperti itu "membakar rasa kebencian dan kebencian di antara orang-orang" dan penerbitan mereka "menunjukkan penghinaan" bagi perasaan umat Muslim, kata Imam Besar Jerusalem dan tanah Palestina, Mohammed Hussein, dalam sebuah pernyataan.
Harian independen Aljazair yang berbahasa Arab, Echorouk, menanggapi hal itu dengan halaman sampul kartunnya sendiri, yang menunjukkan seorang pria membawa tanda "Saya Charlie" di samping tangki militer yang menghancurkan tanda bertuliskan Palestina, Mali, Gaza, Irak dan Suriah.
Di atas judul itu terdapat tulisan berbunyi, "Kita semua Mohammad".
Sementara Charlie Hebdo dikecam di banyak daerah di Timur Tengah, ada pengecualian di Turki, negara dengan tradisi kuat sekularisme di kawasan itu.
Sebuah surat kabar oposisi di sana, Cumhuriyet, mencetak bagian khusus dari kutipan dari edisi Charlie Hebdo.
Surat kabar itu mencetak versi sampul Charlie Hebdo dengan ukuran kecil dan warna hitam putih di dua kolomnya, tetapi tidak menggunakan gambar itu di bagian khusus, setelah "banyak konsultasi", kata pemimpin redaksinya Utku Cakirozer di Twitter.
Polisi mengepung markas mereka di Istanbul atas kekhawatiran keamanan dan memeriksa truk-truk yang meninggalkan percetakan.
Di kantor surat kabar Ankara, pengunjuk rasa menggantung spanduk di dinding di dekat kantor itu yang bertuliskan, "Provokasi Charlie berlanjut".
Sebuah pengadilan Turki memerintahkan beberapa halaman laman yang mereproduksi sampul cover Charlie Hebdo diblokir.
Namun, laman berita T24 menampilkan gambar itu.
"Ini menjadi isu kebebasan berekspresi yang jelas dan tidak lagi tentang sentimen agama. Kami menerbitkan untuk mempertahankan nilai-nilai kebebasan berekspresi," kata editor, Hazal Ozvaris.
Kebencian Sikap seperti itu jarang terjadi di wilayah tersebut.
Di Iran, seorang ulama konservatif terkemuka, Ayatollah Nasser Makarem Shirazi, mengatakan penerbitan gambar satir baru Nabi Mohammad "berarti menyatakan perang terhadap semua Muslim".
Al-Azhar Mesir, lokasi pembelajaran Islam yang telah berusia seribu tahun menyebut serangan Paris sebagai tindak pidana, menyerukan umat Islam untuk mengabaikan kartun majalah itu dan melabeli mereka sebagai "kesembronoan kebencian".
Ulama Arab Saudi Iyad Madani Ameen, Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam, mengecam kartun baru itu sebagai "penghinaan, ketidaktahuan dan kebodohan".
"Kebebasan berbicara tidak harus menjadi pidato kebencian," katanya.
"Tidak ada orang waras, terlepas dari doktrin, agama atau iman, menerima jika keyakinannya diejek."
Namun sejumlah orang di jalan-jalan di Timur Tengah mengatakan sudah waktunya untuk bergerak.
"Kartun-kartun itu tidak memiliki arti, mereka seharusnya tidak mempengaruhi kami. Kami umat Muslim lebih besar dan lebih kuat dari beberapa kartun. Kami tidak harus memperhatikan itu, dan jika kami bereaksi kami harus bereaksi dengan kata untuk kata dan kartun untuk kartun," kata Samir Mahmoud , seorang pensiunan insinyur di Kairo.
Emad Awad, seorang Kristen di Kairo, mengatakan ia memahami kemarahan tetangga Muslimnya, tapi berharap tidak akan ada lagi kerusuhan.
"Sekarang mereka telah menunjukkan sikap mereka, saya benar-benar berharap ini adalah yang terakhir kali mereka melakukan hal ini. Saya tidak berpikir ini akan memicu lebih banyak kekerasan, tetapi mereka melewatkan kesempatan untuk mengabaikan masalah di masa lalu dan bergerak maju," ujarnya.