Kabar24.com, TANGERANG—Kondisi perekonomian yang tidak menguntungkan dialami Banten sepanjang 2014.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sepanjang 2014 tidak mampu mendongkrak ekspor barang asal Banten, karena impor bahan baku penolong makin terpuruk.
Syech Suhaimi, Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, menyatakan dari tiga golongan penggunaan barang, impor bahan baku/penolong mengalami penurunan paling drastis pada November 2014, yakni sebesar 17,51%.
“Pada dasarnya pada November 2014 seluruh impor golongan barang mengalami penurunan, namun, bahan baku/penolong paling signifikan. Impor bahan baku/penolong pada periode ini susut US$184,92 juta menjadi US$871,2 juta,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (11/1/2015).
Menurutnya, ketika impor bahan baku/penolong pada Oktober 2014 yang mencapai US$1.056,12 juta dan berkontribusi terhadap peningkatan total ekspor sebesar 8,04% tidak dapat dipertahankan, akibatnya, ekspor pada periode ini turun 11,97% dibandingkan bulan sebelumnya.
Budiharto Setyawan, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang 2015 dan diperkirakan terus bertahan di atas Rp12.000 pada 2015 harus dimanfaatkan oleh pelaku industri dengan mencari subtitusi bahan baku penolong produk lokal.
“Tentunya depresiasi rupiah menjadi peluang bagi industri di Provinsi Banten untuk meningkatkan investasi. Namun, pelaku usaha perlu mencari substitusi bahan baku penolong dari dalam negeri, mengingat selama ini mayoritas masih impor,” ujarnya.
Selama ini, ujarnya, impor bahan baku penolong didominasi industri baja yang menjadi unggulan di Banten.
Kendati demikian, subtitusi barang perlu segera dilakukan jika pelemahan nilai tukar ingin dimanfaatkan secara optimal pada pertumbuhan industri daerah.
Penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat, tuturnya, tidak hanya terhadap rupiah, tetapi juga kepada seluruh mata uang emerging markets. Sehingga, pelemahan sektor industri di negara lain juga mungkin terjadi.
Dengan demikian, pelaku industri di Banten harus benar-benar menyiasati pencarian bahan baku penolong dari dalam negeri jika ingin memenangi persaingan pasar dengan pelaku industri dari negara lain.
Hal ini juga akan berdampak positif pada tumbuhnya produsen bahan baku penolong.
Menurutnya, jika skema tersebut berjalan dengan baik, maka dampak yang terjadi kepada sektor perbankan sangat positif.
Untuk menggenjot ekspor ketika momentum rupiah terdepresiasi, pelaku industri akan meningkatkan pengajuan pembiayaan untuk investasi.
Dengan adanya peningkatan produksi yang dibarengi dengan peningkatan pembiayaan, maka, pada 2015 pertumbuhan kredit di Provinsi Banten diperkirakan berada pada 15%-16%, sementara penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) diperkirakan mencapai 14%-15%.
Syech, mengungkapkan, pada periode ini nilai ekspor Banten mengalami penurunan hingga US$108,4 juta, yakni dari US$905,42 pada Oktober 2014, menjadi US$797,02 juta.
Sementara jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, nilai ekspor hanya turun 5,89%.
Sementara penurunan impor golongan barang modal pada periode ini juga terjadi sangat signifikan, yakni mencapai 68,1%. Namun, nilai impor barang modal jauh lebih kecil ketimbang bahan baku/penolong, sehingga efeknya tidak terlalu signifikan terhadap total impor.
Impor barang modal turun menjadi US$30,25 juta dari US$94,75 juta pada Oktober 2014. Sementara penurunan nilai impor yang terjadi pada barang konsumsi tercatat moderat yakni sebesar 3,75%, dari US$28,64 juta menjadi US$27,57 juta.
Persentase impor bahan baku/penolong pada periode ini, menurutnya mencapai 94,16% dari total impor, kemudian disusul oleh barang modal 3,29% dan konsumsi sebesar 2,55%.
Sebelumnya, Business Development Manager PT BCS Logistics Cahyo Hendro Atmoko, mengatakan seluruh aktivitas kepelabuhan di Banten baik ekspor maupun impor dilakukan oleh industri lokal.
Sehingga, ketika ekspor-impor mengalami perlambatan, secara langsung berimbas pada aktivitas kepelabuhan.
BPS Banten mencatat nilai impor terbesar pada November 2014 berasal dari Pelabuhan Merak yang mencapai 64,94%, disusul oleh Pelabuhan Cigading 23,3%. Kedua pelabuhan itu merupakan pelabuhan utama dalam kegiatan impor di Banten.