Bisnis.com, PEKANBARU—Pemerintah berencana mengatur jumlah kanal air yang boleh dibangun oleh masyarakat dan perusahaan pengelola kawasan lahan gambut sebagai hutan tanaman industri.
Heru Prasetyo, Kepala Badan REDD+, mengatakan permasalahan utama lahan gambut di dalam negeri adalah banyaknya kanal yang dibangun, sehingga mengalami kekeringan dan mudah terbakar.
Kanal itu sendiri diperlukan untuk menyesuaikan muka air gambut agar dapat dikelola dan ditanami.
“Lahan gambut ini boleh memiliki kanal untuk dikelola, hanya saja tidak boleh berlebihan dan diatur agar tidak mengalami kekeringan,” kata Heru di Pekanbaru, Jumat (28/11/2014).
Heru menuturkan selama ini belum ada regulasi yang mengatur dengan tegas mengenai teknologi kanal yang digunakan untuk lahan gambut.
Untuk itu pihaknya akan meminta pakar gambut melakukan kajian mengenai jumlah ideal kanal di sebuah kawasan gambut dengan luas tertentu.
Nantinya, REDD+ akan memfasilitasi koordinasi antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan pihak terkait, sehingga dapat menghasilkan aturan yang selaras.
Targetnya, awal tahun depan aturan tersebut dapat diterapkan dan tidak ada lagi titik api yang menyebabkan bencana kabut asap di Riau.
“Target utama yang disampaikan Presiden Joko Widodo adalah pada 2015 tidak boleh lagi ada titik api di Riau, makanya kami akan mengejar ini semua,” ujarnya.
Dia menyebutkan pengaturan jumlah kanal di lahan gambut tersebut termasuk ke dalam program pembasahan kembali atau reweting gambut kering yang diusulkan sebagai salah satu upaya mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla).