Bisnis.com, NEW DELHI – India mencatatkan pertumbuhan ekonomi 5,3% (year-on-year) pada kuartal III tahun ini, melambat dari kuartal sebelumnya 5,7% namun lebih tinggi dari proyeksi ekonom yang disurvei Reuters yaitu pertumbuhan 5,1%.
Data pemerintah menunjukkan perlemahan sektor manufaktur tak terelakkan, sehingga menjadi faktor utama penyebab melambatnya pertumbuhan. Kini India tengah menunggu gebrakan Perdana Menteri Narendra Modi yang memang berambisi menggenjot kembali sektor manufaktur.
Oleh karena itu, para analis menilai Modi harus mempercepat geraknya, dan bank sentral harus mendukung langkah perdana menteri salah satunya dengan memangkas tingkat suku bunga untuk mendorong belanja domestik.
“Merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan. Modi harus segera memperbaiki iklim investasi dengan mengimplementasikan reformasi,” kata ekonom HDFC Bank, Shivom Chakrabarti di New Delhi, Jumat (28/11) merespons laporan pertumbuhan.
Chakrabarti menegaskan, jika pemerintah belum mampu menggenjot sektor manufaktur, negara itu harus memaksimalkan keran investasi. Dampak positif reformasi di beberapa sektor, lanjutnya, akan terlihat pada pertumbuhan tahun fiskal mendatang.
Adapun, pertumbuhan India kuartal Juli-September ini ditopang oleh pertumbuhan sektor jasa dan sektor pertanian yang performanya di atas ekspektasi setelah cuaca buruk berakhir.
Sementara itu, menaggapi data perlambatan pertumbuhan, Menteri Keuangan Arun Jaitley menyatakan kekhawatirannya mengenai kinerja aktivitas ekonomi dan penurunan harga minyak dapat kian menghambat ekspansi.
“Penurunan harga minyak dunia yang memicu inflasi mendorong Jaitley terus merekomendasikan gubernur bank sentral untuk segera memangkas suku bunga,” ungkap salah seorang dewan Kemenkeu pada Reuters.
Seperti diketahui, Gubernur Reserve Bank of India (RBI) Raghuram Rajan berulang kali menolak permintaan Jaitley untuk memangkas suku bunga acuan, dengan alasan inflasi belum mencapai level stabil.