Bisnis.com, JAKARTA--Politikus Partai Golkar Siti Hediati Haryadi alias Titiek Soeharto mengatakan, Aburizal Bakrie kembali mencalonkan diri sebagai ketua umum Golkar bukan karena haus kekuasaan, melainkan memenuhi keinginan sebagian besar pengurus partai itu.
"Bukan Pak Ical yang mempertahankan kekuasaan. Ini permintaan banyak pihak di internal Golkar," kata Titiek di Gedung Nusantara III DPR, Jakarta, Kamis (27/11/2014).
Dia mengemukakan bahwa Ical, sapaan akrab Aburizal, wajib melaksanakan hasil Rapat Pimpinan Nasional Golkar di Yogyakarta beberapa waktu lalu, termasuk menyelenggarakan Munas IX Golkar di Bali pada akhir bulan ini.
"Itu amanah yang lahir dari hasil rapat. Jadi wajib dilaksanakan," ujarnya seperti dikutip Antara.
Menurut Titiek, Ical memenuhi persyaratan untuk mencalonkan diri, termasuk figur lainnya seperti Akbar Tandjung. Partai Golkar memiliki mekanisme yang terbuka dan demokratis dalam musyawarah nasional.
"Siapapun bisa mencalonkan diri asal memenuhi persyaratan," tuturnya.
Terkait konflik di internal Partai Golkar, Titiek menyayangkannya. Dia mengimbau semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk menahan diri.
"Solusinya hanya satu yakni menahan diri, jangan ciptakan konflik. Malu dilihat masyarakat," katanya.
Dia mengatakan akar permasalahan yang menyebabkan konflik sudah diketahui. Menurut dia tidak ada gunanya konflik diteruskan, karena merugikan Partai Golkar.
"Semua sudah terlihat jelas, mulai dari konflik hingga lahirnya presidium akal-akalan saja. Siapa berbuat apa sudah kelihatan. Sudahlah, hentikan, ini untuk kepentingan bersama," ucapnya.
Seperti diberitakan Bisnis.com, nggota Presidium Penyelamat Partai Golongan Karya, Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan pihaknya akan tetap menggelar Musyawarah Nasional Golkar (Munas) pada Januari 2015.
Agun menegaskan penyelenggaraan Munas itu tidak akan terpengaruh dengan rencana Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang akan menggelar munas pada 30 November di Bali.
Namun demikian, Agun menegaskan bahwa pihaknya belum menentukan di mana Munas akan diselenggarakan.
"Karena munas Bali itu inkonstitusional, tata tertib yang dibuat tidak sesuai dengan AD/ART," ujarnya.
Menurutnya, penyelenggaraan Munas harus memegang azas demokratis sehingga siapa saja kader partai boleh maju sebagai kandidat ketua umum.
Dia menilai cara Aburizal Bakrie mengumpulkan surat dukungan ketua DPD Golkar di tingkat provinsi dan kabupaten tidak demokratis.
Pasalnya, surat dukungan dikumpulkan sebelum Munas berlangsung.
"Syarat terpilih sebagai ketua itu memperoleh 30% suara dari pemilih yang terdiri dari 34 suara DPD provinsi dan 512 DPD kabupaten/kota," ujarnya.