Bisnis.com, TOKYO – Ekspor Jepang melesat ke level tertinggi sejak 2008, naik 9,6% pada Oktober dari periode sama tahun sebelumnya.
Setelah bank sentral meningkatkan basis moneter dan pemerintah menunda kenaikan pajak penjualan, ekspor diharapkan dapat menopang perekonomian Negeri Sakura.
Data ekspor yang dipublikasikan Kementerian Keuangan tersebut jauh lebih tinggi dari estimasi ekonom yang disurveiBloomberg yaitu naik 4,5%.
Pada bulan sebelumnya, Jepang mencatatkan kenaikan ekspor 6,9%. Impor naik 2,7%, menyisakan defisit perdagangan 710 miliar yen atau setara US$6,01 miliar.
“Data aktivitas perdagangan tersebut menunjukkan ekspor akan berperan besar untuk pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal terakhir. Ekspor juga akan menutup kerugian negara akibat lemahnya belanja domestik,” ungkap ekonom UFJ Morgan Stanley Securities, Shuji Tonouchi di Tokyo, Kamis (20/11/2014).
Seperti diketahui, Jepang tengah mengalami resesi karena perekonomian terkontraksi dua kuartal berturut-turut, anjlok 7,3% pada kuartal II diikuti 1,6% pada kuartal III.
Perekonomian Jepang masih terpukul akibat kebekuan belanja domestik yang berkontribusi 60% terhadap pertumbuhan PDB.
Kontraksi ekonomi pun menjadi alasan utama Perdana Menteri Shinzo Abe menunda kenaikan pajak penjualan hingga 18 bulan ke depan.
Pemulihan global diharapkan dapat berlanjut, karena berdampak langsung pada aktivitas ekspor negara tersebut.
“Pemulihan terutama di kawasan Asia telah mampu mengerek ekspor Jepang. Perlemahan yen pun mendongkrak ekspor kendaraan,” jelas ekonom Nomira Securities Co, Minoru Nogimori.
Nogimori memprediksi impor akan terkoreksi tipis pada November karena penurunan harga minyak dunia mengimbangi efek dari perlemahan mata uang yen yang masih terjadi hingga sekarang.
Sepanjang tahun ini, yen telah melemah 11% terhadap dolar seiring Bank of Japan (BoJ) yang mengucurkan stimulus bersamaan dengan normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat.