Bisnis.com, PEKANBARU--Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Riau menyarankan supaya lahan gambut diinventarisasi terlebih dahulu, terkait dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah No.71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
"Peraturan itu (PP Gambut) belum bisa dilaksanakan, sebelum dilakukan inventarisasi yang kemudian ditetapkan dahulu mana lahan gambut berfungsi sebagai hutan lindung dan mana berfungsi sebagai budi daya," ujar Ketua APHI Riau Ahmad Kuswara di Pekanbaru, seperti dikutip Antara (17/11).
Hal itu diungkapkan mengutip salah satu peserta yang hadir pada acara "Closing and Knowledge Workshop Evaluation ASEAN Peatland Forest Project (APFP) & Sustainable Management of Peatland Forests in South East Asia (SEApeat)" di Gedung Daerah, Pekanbaru, belum lama ini.
Menurut Ahmad, acara yang digelar selama satu hari tersebut cukup sulit diambil kesimpulannya karena para pelaku usaha yang memanfaatkan lahan gambut di provinsi tersebut telah mengurus berbagai macam perizinan terlebih dahulu sebelum PP Gambut keluar pada September 2014.
Seperti diketahui dari luas penyebaran, Indonesia memiliki sekitar 15 juta hektare lahan gambut. Dari luasan tersebut, sekitar 3,86 hektare berada di Provinsi Riau atau sekitar 60% dari luas gambut yang berada di Pulau Sumatera.
"Makanya, kalau menurut saya tidak lagi bisa secara fakta begitu (muka air gambut dalam PP Gambut). Jadi secara umum, sebuah perundangan harus bisa diimplementasikan secara ilmiah dan tidak mungkin muka air gambut dikunci 0,4 meter atau 40 centimeter," katanya.
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Arief Yuwono sebelumnya menyatakan, PP Gambut merupakan upaya pemerintah untuk mendukung kegiatan usaha pemanfaataan gambut secara berkelanjutan.
"Kami memahami bahwa penerbitan PP tersebut masih memunculkan kekhawatiran bagi sebagian kelompok yang akan terkena dampak atas diterapkannya peraturan tersebut," katanya.
Namun, menurut dia, penerbitan peraturan itu justru bertujuan menyeimbangkan fungsi ekosistem gambut dalam menunjang usaha atau kegiatan pemanfaatan ekosistem gambut secara berkelanjutan, kata Arief saat membuka kegiatan "Closing and Knowledge Workshop Evaluation ASEAN Peatland Forest Project (APFP) & Sustainable Management of Peatland Forests in South East Asia (SEApeat).
Meski begitu, pihaknya menilai, pemerintah telah berupaya dengan berbagai cara untuk pengendalian kerusakan ekosistem gambut mulai dari pengembangan kebijakan, salah satunya adalah moratorium izin baru di hutan primer dan lahan gambut.
Sedangkan dari aspek kebijakan, pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
"Pengaturan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan sanksi administrasi serta mengatur juga tentang izin usaha dan kegiatan pemanfaatan ekosistem gambut," ujarnya.