Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Unik, Ternyata Uang Logam Tidak Berlaku di Kepulauan Talaud

Ada yang menarik saat Bisnis.com diundang Bank Indonesia meliput acara kunjungan ke Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara (Sulut) pada Kamis 96/11/2014).
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, KEPULAUAN TALAUD - ‎Ada yang menarik saat Bisnis.com diundang Bank Indonesia meliput acara kunjungan ke Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara‎ (Sulut) pada Kamis 96/11/2014).

Kunjungan tersebut dalam rangka melatih petani pisang abaka sekaligus pelantikan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang baru terbentuk di daerah itu.

Sebelumnya, ada info yang berkembang di Ibu Kota ‎provinsi tersebut, yaitu Manado, bahwa daerah kepulauan, terutama Kepulauan Talaud dan Sitaro, tidak menerima uang logam, mulai dari Rp100, Rp200, hingga Rp1.000.

Masyarakat Kepulauan Talaud hanya menerima uang kertas, bahkan sekalipun itu Rp1.000 yang tak lain juga ada versi logamnya.

Unik memang. ‎Info yang berkembang itu membuat saya penasaran.

Lantas, saat diundang ke daerah itu, setali tiga uang. Kesempatan untuk membuktikan kebenaran rasa penasaran saya itu akhirnya datang.

Hal pertama yang akan saya lakukan saat tiba di kepulauan beribukota Melonguane itu adalah memastikan kebenaran ‎'keabsahan' uang logam di daerah tersebut.

Tibalah akhirnya saat saya bertemu dengan Kepala Bagian Ekonomi Pemkab Kepulauan Talaud Dantje Mabuat, saya langsung tanyakan persoalan tersebut.

"Nah ini dia yang unik dari Talaud," ujar pria yang gemar membawa handycam ini membenarkan keadaan tersebut.

Saat bercerita, dia tak ingat betul kapan 'fenomena' itu‎ awal mula berkembang. Yang jelas, uang logam sempat diterima di pasar atau warung-warung di Kabupaten Kepulauan Talaud.

Dantje berusaha mengingat fenomena itu‎ diperkirakan mulai terjadi pada awal 2000-an. "Saya juga kaget tiba-tiba warung nggak mau nerima uang logam saat itu," katanya.

Setelah itu, stereotip masyarakat setempat terhadap ketidakberlakuan uang log‎am terus terjadi hingga saat ini.

Saat ditanya mengenai penyebab kenapa itu terjadi, Dantje juga bingung menjelaskan. Namun, ada sebagian masyarakat yang bilang hal itu terjadi karena ‎uang logam lebih berat daripada uang kertas.

Selain itu, ada juga yang bilang hal itu disebabkan peredaran uang logam sudah sedikit sehingga membuat warung atau pedagang di pasar malas menerima uang logam.

Meskipun uang logam ‎tak berlaku, bukan berarti harga seluruh barang di sana minimal Rp2.000. Dia mengungkapkan harga barang kebutuhan pokok rumah tangga masih ada yang di bawah Rp1.000 atau ganjil.

Namun, saat ada kembalian, itu diganti dengan permen atau cara lain. "Misalnya, harga korek api Rp500. Nah, biasanya masyarakat beli lebih dari satu. Kalaupun ada kembalian, ya berarti diganti dengan gula-gula [permen]," ujarnya.‎

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herdiyan
Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper