Bisnis.com, BUKITTINGGI—Dimulai pada 1985 di sudut ruangan berukuran 4x8 meter dengan modal uang senilai Rp150.000, Erma, wanita paruh baya asli Pandai Sikek, Kecamatan Sepuluh Koto, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat mulai berdagang.
Pada awalnya, dengan modal yang dimiliki, dia hanya dapat menjual satu helai selendang, dua buah dompet rajut dan tiga unit kerajinan tangan berbentuk rumah minang.
“Satu helai selendang laku, selanjutnya dibelikan selendang lainnya, begitu juga dengan barang dagangan lainnya. Dilakukan secara terus-menerus hingga saat ini,” ujarnya.
Tak terasa, sudah 29 tahun Erma menekuni pekerjaannya ini, dan saat ini tempat dagangnya sudah semakin luas dengan jumlah selendang dan kerajinan tangan lainnya mencapai ribuan item.
Dia mengutarakan, kunci atas keberhasilannya mengembangkan usaha ini adalah mengutamakan kualitas dan ciri khas kedaerahan.
Kini dia memproduksi kain songket khas minang dengan nilai ekonomi tinggi. Bagaimana tidak, satu helai songket khas minang dibanderol Rp1 juta hingga Rp13 juga yang paling mahal.
Dahulu, songket-songket ini dibuatnya sendiri dengan menggunakan alat tenun. Kini dia memiliki banyak karyawan untuk memproduksi songket. Satu songket menurutnya dapat diselesaikan dalam waktu empat bulan.
Yang menjadi cirri khas songket buatannya adalah bahan dasar menggunakan katun sutera asli Sumatra, sementara benang emasnya di impor dari India. Menurutnya, benang emas untuk bahan songket belum diproduksi di dalam negeri.
“Untuk songket, semakin sedikit jenis benang, maka harga semakin mahal. Karena, ketika benang yang digunakan hanya dua jenis, maka tingkat kerapatan kain, tingkat kesulitan pembuatan semakin tinggi, namun, kain yang dihasilkan semakin halus,” tuturnya.
Menurutnya, dari 350 motif songket minang, pihaknya mampu mengerjakan sekitar 30 jenis motif. Karena songket buatannya berkualitas tinggi, dengan benang emas asli, maka songket tidak dapat di cuci menggunakan mesin cuci, melainkan harus menggunakan dry cleaning.
Bahkan, kesuksesannya merintis kerajinan tangan tenun atau songket minang ini diabadikan oleh negara Republik Indonesia dalam lembaran uang Rp5.000.
Jika Anda amati uang lembaran Rp5.000, dibalik gambar Tuanku Imam Bondjol, terdapat gambar seorang wanita menggunakan pakaian adat minang sedang menenung kain. Di samping gambar bertuliskan “Pengrajin Tenun Pandai Sikek – Sumatera Barat”.
Menurutnya, pandai dalam bahasa Indonesia berarti pandai atau pintar, sementara Sikek berarti menyisir, sehingga arti dari nama nagari ini adalah seorang yang pandai menyisir atau menyulam.
Ketika ditanya berapa nilai omzet toko tenun buatannya, Erma hanya menjawab "Alhamdulillah sekarang sudah berkembang dan dapat menghidupi keluarga dan masyarakat sekitar".