Bisnis.com, JAKARTA--Himpunan Mahasiswa Islam Jabodetabeka-Banten meminta KPK mengkaji ulang putusan terhadap Anas Urbaningrum terkait hak politiknya yang tidak boleh menjabat dalam kepengurusan partai.
Ketua Umum Badko HMI Jabodetabeka-Banten, Zulkarnain Bagariang saat ditemui di Kantor HMI, Cikini, Jakarta, Rabu mengatakan tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) terkait hak politik Anas sangat tidak adil, karena sebagai warga negara Anas mempunyai hak politik yang sama.
Ia menduga ada intervensi politik yang secara tidak langsung membunuh karier politik mantan ketua umum Partai Demokrat tersebut.
Zulkarnain mengaku selalu hadir dalam sidang Anas, dan dari 96 saksi yang dihadirkan kesemuanya meringankan, dan hanya 4 saksi yang memberatkan seperti yang berasal dari mantan sopir Anas.
"Saya telah melihat fakta-fakta di persidangan, dan kesemuanya tidak memberatkan Anas, bahkan kehadiran pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra juga tidak memberatkan," katanya, Rabu (24/9/2014)
Selain itu, tuduhan jaksa yang menilai Anas melakukan "obstruction of justice" atau menghalang-halangi sidang, secara psikologis tidak dibenarkan.
"Bukan masalah menghalang-halangi. Yang jelas berapa kali saya mengikuti pengadilan ada fakta yang meyakinkan bahwa itu bagian dari rekayasa dan intervensi politik," katanya.
Sebelumnya, KPK menyatakan tuntutan pencabutan hak politik bagi Anas bukan karena alasan politik, melainkan pertimbangan hukum.
"Jaksa KPK bukan orang politik sehingga kami tidak mau bermain-main dan ditarik-tarik dengan pernyataan dan sinyalemen yang bersifat politis yang berulang kali dikemukakan oleh Anas dan kelompoknya yang memang politikus," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta.
Menurut catatan Bisnis, Dalam tuntutannya, jaksa mencabut hak dipilih dalam jabatan publik serta pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya seluas kurang lebih lima hingga 10.000 hektare di Kecamatan Bengalon dan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur.
Tuntutan itu, berdasarkan pasal 12 huruf a jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 pasal 64 ayat 1 KUHP.