Bisnis.com, TOKYO – Jepang dinilai tidak akan mencapai target inflasi 2% tahun ini setelah Perdana Menteri Shinzo Abe menaikkan pajak penjualan menjadi 8% dari sebelumnya 5% per 1 April lalu. Pasalnya, belanja masyarakat dan korporasi tidak kunjung pulih.
Kepala ekonom Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) Rintaro Tamaki menegaskan Pemerintah Jepang harus segera mengimplementasikan kebijakan darurat untuk mencapai target inflasi tersebut. Apalagi, pemerintah berencana kembali menaikkan menjadi 10% pada 2015.
“Kami berasumsi inflasi konsumen Jepang tidak akan sentuh 2% hingga 2015 jika kebijakan ekonomi stabil seperti ini. Bank of Japan (BoJ) harus mempertahankan kebijakan moneter, untuk menyambut keputusan kenaikan pajak penjualan Oktober 2015 nanti,” jelas Tamaki di Tokyo, Senin (22/9).
Hal serupa pun telah diprediksikan oleh sejumlah ekonom swasta dan mereka merekomendasikan pemerintah untuk kembali mengucurkan paket stimulus dalam beberapa bulan mendatang.
“Stimulus dapat menjadi salah satu bentuk persiapan Jepang untuk menyambut kebijakan penaikan pajak penjualan,” ungkap Tamaki.
Seperti diketahui, Negeri Sakura telah terbelit deflasi dalam belasan tahun terakhir. Sejak menjabat pada 2013, pengentasan deflasi merupakan salah satu program ekonomi utama PM Abe, di samping apa yang disebutnya sebagai ‘Tiga Panah Kebijakan Ekonomi ‘Abenomics’(Three Arrows Abenomics).
Padahal, beberapa saat setelah menetapkan kenaikan pajak penjualan 3 persentase poin, Abe berulang kali meyakinkan bahwa dampak negatif kenaikan pajak penjualan tidak akan berlangsung lama.
Kenaikan pajak penjualan ini pula yang menjadi penyebab utama kontraksi ekonomi 7,1% pada kuartal II lalu, setelah berekspansi 6,8% pada kuartal pertama. Adapun inflasi Juli adalah 3,3% (year-on-year), atau 1,3% jika tidak menghitung dampak kenaikan pajak penjualan April.
Tamaki menegaskan, meski pertumbuhan kuartal ketiga diprediksi lemah, Jepang harus menaikkan pajak penjualan menjadi 10% untuk menghambat pertumbuhan utang publik yang telah melambung ke level dua kali produk domestik bruto (PDB) dan merupakan situasi utang publik terburuk di dunia.
Bersama dengan sejumlah lembaga riset swasta, OECD turut memangkas pertumbuhan Jepang menjadi 0,9% tahun ini dan mengestimasi ekspansi 1,1% pada 2015.