Bisnis.com, TOKYO-- Kendati perekonomian Amerika Serikat tengah memulih, Jepang kembali gagal meningkatkan ekspornya. Ekspor kembali jatuh pada Agustus setelah 3 bulan sebelumnya terkerek oleh pemulihan berangsur ekonomi global.
Data yang dipublikasikan Kementerian Keuangan Jepang menunjukkan ekspor tereduksi 1,3% (year-on-year), anjlok dari bulan sebelumnya yaitu naik 3,9% sekaligus lebih kecil dari estimasi ekonom yaitu penurunan 2,6%. Adapun impor susut 1,5%, menyisakan surplus dagang 948,5 miliar yen atau setara US$8,7 miliar.
Ekonom Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities, Hiroshi Miyazaki, menyampaikan jika hal ini terus berlanjut, Jepang harus mencari cara lain untuk menggenjot pertumbuhan. Ia menilai, ekonomi AS kini sedang memulih sehingga kontraksi seharusnya tidak sedalam ini.
Data merujuk pada pergeseran industri Jepang ke luar negeri. Sepertinya Jepang belum membutuhkan pelonggaran moneter. Namun data ini semakin menimbulkan kekhawatiran atas laju pertumbuhan pada kuartal III, ungkap Miyazaki di Tokyo, Kamis (18/9).
Sebelumnya, ekonom yang disurvei Reuters mengestimasi penurunan ekspor karena permintaan negara-negara Asia masih lemah, memperkuat spekulasi Jepang akan tumbuh tipis pada kuartal III setelah terkontraksi 7,1% pada kuartal sebelumnya.
Laju pemulihan ekonomi negara-negara berkembang Asia berlangsung lambat, sehingga menekan laju ekspor Jepang, ungkap salah seorang ekonom Jepang Research Institute. Hal itu dipertegas dengan meningkatnya impor energi oleh Jepang seperti bahan bakar, minyak mentah, dan gas.
Saat ini Jepang mengimpor energi dalam jumlah cukup besar, karena pembangkit listrik tenaga nuklir negara tersebut belum sepenuhnya berfungsi. Pekan lalu, Nuclear Regulation Authority menyetujui pengajuan pemeriksaan atas dua reaktor nuklir milik Kyushu Electric Power Co. Saat ini 48 reaktor nuklir Jepang vakum, dan beberapa sedang diperbaharui setelah tragedi Fukushima 2011 lalu.
Adapun data menunjukkan ekspor ke China turun 0,2%, penurunan pertama dalam 17 bulan. Ekspor ke AS susut 4,4%, didominasi oleh penurunan ekspor motor sebesar 13,5%.