Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Nusron Wahid berpendapat pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melalui DPRD merupakan bentuk dominasi dan hegemoni kepentingan elit terhadap kepentingan dan kedaulatan rakyat.
"Pilkada tidak langsung merupakan bentuk praktek oligopoli dan kartel politik melalui sekelompok elit yang bernama DPRD dan pimpinan partai," kata Nusron menanggapi soal polemik RUU Pilkada di Jakarta, Kamis (11/9/2014).
Anggota DPR dari Fraksi Golkar ini mengatakan hakekat demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kedaulatan rakyat adalah esensi demokrasi paling hakiki. Dalam demokrasi, obyek-subyeknya adalah rakyat.
"Principal-agent-nya juga rakyat. Pilkada langsung dalam demokrasi Indonesia sesungguhnya sudah on the track dalam demokrasi dan menegakkan kedaulatan rakyat," katanya.
Menurut dia, dengan adanya Pilkada tidak langsung atau melalui DPRD akan membuat rakyat disandera dan hanya dijadikan basis legitimasi elit, padahal seharusnya rakyat justru diajak partisipasi dalam proses politik.
"Selama ini dipilih langsung rakyat saja, banyak yang abai dan korup. Apalagi kalau dipilih DPRD, pasti output kepemimpinannya merasa tidak mempunyai urusan dan peduli dengan kerakyatan dan kemasyarakatan," papar Nusron.
Namun, dia mengakui dalam prakteknya Pilkada langsung mempunyai efek yang kurang baik, seperti politik uang, mobilisasi birokrasi dan gesekan antarwarga. Namun sejalan dengan waktu, memang harus ada perbaikan dalam pelaksanaannya sehingga dapat terlaksana Pilkada langsung yang murah, efektif dan mengakui hak-hak rakyat.
"Tapi, bagaimanapun juga plus-minusnya, dalam proses pertumbuhan demokrasi, Pilkada langsung tetap lebih banyak manfaatnya karena memberikan kesempatan rakyat untuk mempunyai beragam pilihan. Kalau pilkada mau tidak langsung, kenapa tidak pilkades saja dihapus? Kalau alasannya efisien?," kata Nusron.
Di tempat terpisah, pengamat politik dari LIPI, Indria Samego, menilai pelaksanaan Pilkada melalui DPRD merupakan kemunduran karena menarik kembali pelaksanaan Pilkada sebelumnya.
"Apa pun sistemnya, Pilkada langsung atau tidak langsung punya kelemahan. Pilkada langsung yang sudah diterapkan sejak 2005 hanya perlu diperbaiki, bukan untuk mengubah kembali ke aturan sebelumnya. Ini kemunduran," kata Indria.
Kuncinya, tambah dia, dalam mencalonkan kepala daerah partai politik harus memilih orang yang tepat dan memiliki jiwa kepemimpinan di masyarakat.
"Namun, saat ini kepala daerah yang dicalonkan melalui parpol tidak memiliki track record sebagai pemimpin, sehingga banyak kepala daerah yang terjerat hukum karena korupsi. Ini disebabkan kaderisasi partai lemah," ucapnya.