Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apindo Tak Setuju Usulan KHL Buruh

Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Barat meminta kalangan buruh tidak memaksakan kehendak untuk menambah komponen hidup layak (KHL) jika tidak mendesak diperlukan.

Bisnis.com, BANDUNG -  Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Barat meminta kalangan buruh tidak memaksakan kehendak untuk menambah komponen hidup layak (KHL) jika tidak mendesak diperlukan.

Ketua Apindo Jabar Dedy Widjaja mengatakan komponen yang diajukan buruh sebanyak 84 item KHL tidak menandakan kebutuhan yang mendesak.

"Seperti parfum yang masuk ke 84 item tersebut tidak perlu, yang penting kebutuhan mendesak seperti yang sudah disepakati sebanyak 60 item itu bisa dipertimbangkan," katanya kepada Bisnis, Selasa (9/9).

Dia menjelaskan kalangan pengusaha bukannya tidak mau menaikkan item komponen KHL namun pertimbangan perekonomian nasional yang membebani cost produksi perlu dipikirkan.

"Kami sebetulnya terus memikirkan yang terbaik bagi upah pekerja. Namun, kami juga harus memikirkan kondisi perekonomian yang masih belum stabil sehingga membuat cost produksi membengkak," ujarnya.

Meski demikian, Apindo akan tetap mematuhi jika nantinya komponen KHL bisa disetujui meskipun saat ini terjadi penolakan dari pemerintah.

"Asalkan hal itu disetujui semua pihak kami akan mentaati aturannya, dengan catatan mempertimbangkan kemampuan kalangan dunia usaha," ujarnya.

Oleh karena itu, Apindo meminta penetapan upah pada tahun depan dilakukan secara seimbang dengan mempertimbangkan kondisi wilayah.

Dia menyatakan penetapan upah dilakukan secara seimbang agar tidak terjadi ketimpangan antara satu wilayah dengan yang lainnya.

"Jangan sampai wilayah Jakarta disamakan dengan Jabar, hal ini akan menimbulkan gejolak demontrasi di kalangan buruh," katanya.

Dia menjelaskan hal itu terjadi ketika penetapan upah beberapa tahun ini, di mana wilayah di Jakarta yang upahnya di atas Rp2 juta merembet ke wilayah Karawang dan sekitarnya.

Kondisi ini memicu dunia usaha harus lagi menambah biaya produksi yang sudah tertekan dengan kebijakan yang menyulitkan pula.

"Kami ingin pemerintah bersama kalangan buruh untuk tetap menjaga investasi di Jabar. Apalagi, Jabar ini merupakan salah satu basis industri terbesar di Indonesia," ujarnya.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar Roy Jinto membantah bahwa usulan buruh soal penambahan item dalam Komponen Hidup Layak (KHL) dari 60 menjadi 84 tidak urgent.

Pernyataan itu disampaikannya saat dimintai komentar mengenai pernyataan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar yang menyebutkan penambahan komponen berupa parfum, mesin cuci, sandal dan lainnya dimasukkan dalam KHL tidak perlu dilakukan.

"Kami mengusulkan dari 60 menjadi 84 item itu menjadi kebutuhan dasar pekerja. Ini merupakan hasil penelitian dan survei yang dilakukan kalangan pekerja dan kaum profesional," katanya.

Dengan demikian, usulan penambahan komponen KHL itu menjadi pertanda berbagai hal yang memang dibutuhkan bukan sekadar gaya-gayaan termasuk soal pewangi yang bisa meningkatkan performance seseorang.

Dirinya menganggap, penolakan penambahan komponen termasuk soal parfum itu menandakan bahwa cara berpikir kebanyakan birokrat dan pengusaha menganggap buruh dengan pekerjaan kasarnya identik dengan hal yang tidak elok dan bau sehingga menjadi hal yang biasa.

"Pada kenyataannya, mayoritas buruh pakai parfum termasuk memiliki televisi. Tapi, kenapa itu tidak diakomodir dalam komponen KHL," katanya.

Belum lagi buruh pun harus bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya salah satunya harus membayar iuran untuk kas RT dan RW dimana ia tinggal. Hal ini pun sudah selayaknya menjadi pertimbangan yang tidak boleh dikesampingkan.

Saat disinggung mengenai perhatian pemerintah terhadap buruh dengan meningkatnya jumlah komponen KHL dari 40 menjadi 60 item, dikatakannya itu pun kenaikannya tidak signifikan.

"Tambahan menjadi 20 item itu kalau dirupiahkan tidak lebih dari Rp7.000. Sebab ada hitungan pembagi 12, 6 hingga 34 tergantung dari jenis komponen KHLnya," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper