Bisnis.com, TOKYO – Pemesanan inti permesinan Jepang naik 3,5% pada Juli mengindikasikan peningkatan belanja modal korporasi-korporasi Jepang. Peningkatan ini berada di bawah estimasi analis yang disurvei Reuters yaitu naik 4,0%.
Ekonom Sumitomo Mitsui Asset Management Co, Hiroaki Muto menegaskan data tersebut akan menjadi salah satu pendorong pemerintah Negeri Sakura untuk kembali membuka keran stimulus, untuk memastikan pertumbuhan di kuartal III.
“Beberapa perusahaan masih menjaga permintaan mereka. Saya berpendapat pajak penjualan harus kembali dinaikkan, namun harus dibarengi dengan pengucuran stimulus oleh pemerintah,” kata Muto di Tokyo merespons data permintaan permesinan, Rabu (10/9/2014).
Pada bulan sebelumnya, pemesanan permesinan Jepang meningkat 8,8% setelah menyusut 19,5% pada Mei, kejatuhan terdalam sejak 2005. Data ini diharapkan menutup serangkaian data yang menunjukkan beberapa indikator ekonomi melemah pascakenaikan pajak penjualan.
Data yang dipublikasikan Kantor Kabinet Jepang tersebut juga menunjukkan pemesanan permesinan Jepang sektor manufaktur meningkat 20,3%, didominasi oleh permintaan produsen bahan kimia. Adapun pemesanan mesin sektor nonmanufaktur jatuh 4,3%.
Meski mengalami kenaikan pada bulan keduanya, sejumlah analis menilai data pemesanan permesinan belum menunjukkan pemulihan investasi bisnis yang jatuh sejak kenaikan pajak penjualan per 1 April lalu.
Padahal, Pemerintah Jepang amat berharap korporasi dapat menggenjot investasinya mengingat daya beli konsumen tak kunjung pulih.
“Permintaan mesin masih dalam kondisi lemah. Sektor manufaktur menjaga belanja modal mereka karena ekspor dan konsumsi lesu. Sementara itu, penurunan pemesanan pada sektor nonmanufaktur menjadi indikasi lemahnya permintaan domestik,” kata ekonom SMBC Nikko Securities, Koya Miyamae.
Perusahaan-perusahaan Jepang mempertahankan pengeluaran sejak kenaikan pajak penjualan setelah melakukan investasi besar-besaran pada awal tahun ini, termasuk peremajaan mesin-mesin tua dan merapikan kondisi tenaga kerja.
Analis memprediksikan investasi bisnis akan kembali bangkit, seiring stabilnya pendapatan. Adapun belanja modal merupakan sasaran utama Abenomics, program ekonomi Perdana Menteri Shinzo Abe untuk menyeimbangkan pertumbuhan produksi bisnis dan belanja-pendapatan rumah tangga.
Di hari yang sama, Deputi Gubernur Bank of Japan (BoJ) Kikuo Iwata menyampaikan keyakinannya atas permintaan perusahaan-perusahaan Jepang dan rumah tangga akan segera memulih seiring pudarnya dampak negatif kenaikan pajak penjualan.
Ia merujuk pada pemulihan ekonomi global yang secara langsung akan meningkatkan permintaan ekspor atas produk-produk Jepang. Selain itu, menurutnya, upah tenaga kerja mulai menunjukkan kenaikan moderat.
“Pemulihan konsumsi belum selesai, namun berangsur pulih. Harga-harga kebutuhan akan segera normal,” kata Iwata di hadapan para pebisnis Jepang di Tokyo.
Dalam penjelasannya, ia mengakui kondisi ekonomi Jepang memang mempersulit perusahaan untuk menaikkan upah tenaga kerja mengingat BoJ telah menggelontorkan stimulus moneter dalam jumlah besar namun deflasi tak kunjung usai.
Saat ini, tingkat inflasi Jepang adalah 1,3%, cukup jauh dari target inflasi 2%. Adapun ekonomi Jepang terkontraksi 7,1% pada kuartal II, terdalam sejak krisis finansial global.