Bisnis.com, TOKYO – Keputusan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk merombak beberapa posisi menteri dalam kabinetnya diyakini akan mempercepat proses reformasi struktural negara tersebut.
Pascapengumuman reshuffle, dukungan publik pada kepemimpinan Abe meningkat. Masyarakat percaya Abe akan segera mengimplementasikan kebijakan-kebijakan akomodatif dan menggairahkan pasar. Terlebih lagi, Abe menunjukkan keseriusannya melibatkan peran perempuan, dengan memasukkan 5 perempuan sebagai menteri.
Ekonom PineBridge Investment Japan Co, Tadashi Matsukawa menyampaikan kesuksesan Abe memicu pertumbuhan akan bergantung pada caranya mengerahkan kemampuan total kabinet untuk melakukan reformasi struktural.
“Saat ini Jepang menghadapi risiko kontraksi dan beban populasi manula yang jumlahnya amat besar, reformasi struktural merupakan hal krusial yang harus dilakukan,” kata Matsukawa di Tokyo, Senin (8/9).
Meski demikian, Matsukawa menyampaikan, saat ini terlalu cepat untuk memberikan asumsi dan penilaian terhadap kabinet baru Abe.
Di tengah keraguan berbagai pihak atas efektivitas kebijakan fiskal dan moneter longgar, Abe dan kabinet barunya diharapkan dapat menjaga nilai tukar yen dan mengefektifkan pasar saham, untuk memicu pertumbuhan negara perekonomian terbesar ketiga dunia.
“Ekonomi Jepang mampu bangkit dari deflasi. Namun populasi tua juga berpotensi menjebak Jepang pada stagflasi. Ini akan menentukan apakah Abenomic (Tiga langkah utama ekonomi Abe) akan berhasil,” jelas analis SMBC Nikko, Hidenori Suezawa.
Meski baru berusia sepekan, pergantian 6 dari total 18 menteri Abe mendapat sambutan positif masyarakat. Hal tersebut terlihat pada hasil survei yang dilakukan tiga media massa lokal Jepang yang menunjukkan peningkatan rata-rata 50% dukungan pada Abe
Saham-saham Jepang juga meningkat, setelah Abe menetapkan Yasuhisa Shiozaki sebagai Menteri Kesehatan yang bertanggung jawab mengelola dana pensiun terbesar dunia senilai US$1,2 triliun pada Government Pension Investment Fund.