Bisnis.com, JAKARTA- Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla memastikan jumlah anggota kabinet pemerintahannya terdiri atas 34 menteri, sama banyak dengan anggota kabinet pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono yang bakal berakhir 20 Oktober 2014.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara memang mengamanatkan bahwa jumlah keseluruhan kementerian paling banyak 34 kementerian.
Jokowi, panggilan akrab Joko Widodo, mengatakan walaupun jumlah 34 kementerian tersebut sama dengan yang ada di pemerintahan sekarang, tetapi ada nama kementerian baru, seperti dikutip Antara, Sabtu (6/9/2014).
Jumlah menterinya sama tetapi ada opsi penyebutan nama dan struktur kementerian mengalami perubahan, misalnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Riset dan Teknologi bakal menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ristek (atau Kementerian Pendidikan Tinggi, Inovasi dan Iptek).
Selanjutnya akan ada Kementerian Kedaulatan Pangan yang merupakan penggabungan Kementerian Pertanian dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, penggabungan Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Pekerjaan Umum menjadi Kementerian Permukiman, Sarana dan Prasarana. Ada pula Kementerian Ekonomi Kreatif.
Sebanyak 19 kementerian tetap sama, antara lain Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama, dan Kejaksaan Agung.
Mengapa ada kementerian yang tetap dan ada kementerian yang mengalami perubahan? Undang-Undang 39/2008 menyebutkan kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Urusan tertentu dalam pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945, meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan. Presiden membentuk Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pertahanan. Presiden tidak dapat mengubah pembentukan tiga kementerian tersebut.
Lalu urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945, meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
Kemudian urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.
Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945 dan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, tidak harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri.
Oleh karena itu Presiden dapat membentuk atau mengubah kementerian untuk urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945 dan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Pembentukannya dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas, cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas, kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas, dan/atau perkembangan lingkungan global.
Sedangkan pengubahan kementeriannya, akibat penggabungan atau pemisahan, dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas, perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi, cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas, kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas, peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah, kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri, dan/atau kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang.
Terkait efisiensi dari sejumlah peleburan kementerian, Deputi Tim Transisi Pemerintahan Jokowi-JK, Andi Widjajanto, menegaskan tidak akan menguras anggaran negara karena peleburan itu masih dalam ranah kementerian yang saat ini sudah ada, hanya dilebur saja sehingga tidak membutuhkan gedung baru atau pegawai baru.
Undang-Undang 39/2008 juga menyebutkan bahwa pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan kementerian dilakukan dengan pertimbangan DPR RI. Pertimbangan diberikan DPRI RI paling lama tujuh hari kerja sejak surat Presiden diterima. Apabila dalam waktu tujuh hari kerja DPR RI belum menyampaikan pertimbangannya, DPR RI dianggap sudah memberikan pertimbangan.