Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saat Pensiun, SBY Ingin Menjadi Wartawan

Ini memang masa-masa terakhir bagi SBY memimpin Negeri berpenduduk 250 juta jiwa ini. Dalam hitungan pekan, ia akan menyerahkan tampuk kekuasaan yang telah digenggamnya selama 10 tahun kepada presiden baru, presiden terpilih definitif yang ditetapkan oleh KPU dan putusan MK.
Susilo Bambang Yudhoyono, SBY
Susilo Bambang Yudhoyono, SBY

HEMBUSAN angin terasa sejuk melalui selasar teras Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, pagi ini, Selasa (5/8). Terik sinar matahari yang menghangatkan area di sekitar Medan Merdeka pun tidak terasa panas di selasar berlantai marmer itu.

Di teras bangunan khusus untuk agenda-agenda super penting itu, sejumlah para petinggi negeri terlihat berbaris rapi di belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, orang nomor satu di Negeri ini.

Ada sang Menteri Luar Negeri yang Marty M. Natalegawa, Menko bidang Polhukam Djoko Suyanto, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Menteri Kelautan Sharif Cicip Sutarjo. Semua tampak rapi necis dengan kemeja, dasi, dan jas serta pantofel hitam mengkilap.

Tak ketinggalan Menteri Bappenas Armida Alisjahbana yang tampil bersahaja dengan kebaya dan kain batik berwarna biru.

Mereka menanti kedatangan tamu penting dari sebuah negara di kawasan Asia Pasifik. Adalah Perdana Menteri Kepulauan Solomon Gordon Darcy Lilo yang akan datang untuk mengunjungi sang Kepala Negara.

Di pojok selasar, di ujung tangga berlapis karpet merah, puluhan wartawan dari berbagai media telah berkumpul. Lengkap dengan perlengkapan masing-masing: kamera, notes, recorder, hingga telepon pintar.

Waktu berjalan. Sang tamu sudah di perjalanan. Kepala Negara pun bergerak, berjalan perlahan menuju tangga untuk menyambut sang tamu.

Saat tiba di hadapan wartawan, dia menghentikan langkahnya. Tersenyum menyapa.

"Saya kalau pensiun mau jadi wartawan," ujarnya tiba-tiba. Kerut-kerut di ujung matanya terlihat saat ia tertawa disambut tawa para asistennya dan semua yang hadir.

Ini memang masa-masa terakhir bagi SBY memimpin Negeri berpenduduk 250 juta jiwa ini. Dalam hitungan pekan, ia akan menyerahkan tampuk kekuasaan yang telah digenggamnya selama 10 tahun kepada presiden baru, presiden terpilih definitif yang ditetapkan oleh KPU dan putusan MK.

Setelah masa serah terima jabatan pada 20 oktober 2014, resmilah SBY jadi pensiunan Presiden RI.

"Tapi pasti berat ya. Dikejar-kejar deadline setiap hari," ujarnya lagi. Kali ini tawa para wartawan lebih lebar. Presiden pun tertawa lebar. Sikap berdirinya masih resmi. Namun bahunya agak sedikit terguncang saat tertawa. Suasana terasa cair.

"Bapak bikin stasiun tv aja pak," celetuk salah satu insan media. Iseng. Kapan lagi ada kesempatan nyeletuk di hadapan orang nomor satu di Negeri ini. Mungkin begitu pikir sang wartawan yang nyeletuk tadi.

Suasana pun riuh. Celetukan-celetukan ringan yang sifatnya candaan terdengar sambut-menyambut. Antara Kepala Negara, pembantunya, dan para wartawan. Terus terang, kejadian seperti ini terbilang langka.

TV INTERNASIONAL

Presiden pun bergerak lebih dekat kepada kumpulan wartawan. Ia bercerita tentang kebiasaannya sehari-hari membaca dan menonton berita.

"Saya paling cepat jam 12 malam baru istirahat karena saya review semua, apakah itu CNN, BBC, Skynews, Euronews, CNBC, Aljazeera, Channel News Asia, Bloomberg, kemudian.. terutama itu lah," ceritanya.

Dengan menyaksikan siaran-siaran media internasional tersebut, SBY mengaku menjadi dapat melakukan perbandingan.

"Saya bisa membanding-bandingkan, mana tv internasional yang fair dan balance terhadap pemberitaan di dunia, termasuk terhadap pemberitaan di Indonesia," ujarnya.

SBY mengaku terkadang menyaksikan ada saluran televisi internasional yang hanya mewartakan hal-hal buruk yang terjadi di Indonesia.

Padahal, SBY mengharapkan sikap adil dan berimbang dari media dalam pemberitaannya. "Maunya kita, kalau yang baik ya juga diwartakan. Yang buruk juga silahkan diwartakan sebagai cambuk bagi kita," ujarnya.

Bukan kali ini SBY mengingatkan bahwa pers harus bersikap adil dan berimbang. Namun demikian, dia mengakui, sangat baik apabila pers tetap kritis.

"Itu yang saya dapatkan dari mempelajari media internasional," ujarnya tepat ketika sang ajudan yang berasal dari TNI Angkatan Udara menghampiri dan membisiki sang Kepala Negara, mengabarkan bahwa tamu penting sudah tiba.

"Sebentar ya, saya harus ke situ dulu," pamitnya sambil bersiap menyambut kedatangan PM Gordon di ujung tangga Istana Merdeka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggi Oktarinda
Editor : Yusran Yunus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper