Bisnis.com, JAKARTA - Ignatius Ryan Tumiwa (48), pria penderita depresi selaku pemohon uji materi pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, meminta kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi untuk diizinkan bunuh diri dengan cara dibius atau disuntik mati.
"Saya rasa lebih baik dibius dan disuntik mati daripada lompat dari apartemen," katanya dalam dokumen risalah persidangan yang digelar Mahkamah Konstitusi pada 16 Juli lalu.
Dalam persidangan saat itu, Ryan - demikian panggilan akrabnya - mengaku terus terang kondisi psikisnya tidak normal.
"Selamat siang Bapak Hakim Yang Mula. Pertama … pertama-tama saya mohon maaf mungkin karena saya baru pertama kali mengikuti persidangan, jadi mungkin kalau ada secara tata cara yang kurang pas
gitu mohon dimaafkan. Terus yang kedua, saya juga dalam kondisi stress dan depresi".
Majelis hakim yang menyidangkan permohonan Ryan terdiri dari Aswanto (ketua), Anwar Usman (anggota) dan Patrialis Akbar (anggota).
Ryan juga memberikan alasan bahwa ada banyak kasus bunuh diri yang terjadi di tengah masyarakat, seolah dibenarkan.
"Pak, kalau orang bunuh diri kan banyak juga kayak artis bunuh diri saya baca di koran. Terus kan juga banyak itu kayak artis Hongkong lompat, gitu. Orang terkenal gitu pernah melakukan percobaan bunuh diri. Saya rasa lebih baik dibius dan disuntik mati daripada lompat dari apartemen," katanya.
Lantaran berkas permohonan belum lengkap, Ryan diberi waktu untuk melengkapinya dalam waktu 14 hari sejak sidang 16 Juli.
Namun Aswanto mengatakan meskipun Ryan berhak mengajukan permohonan uji materi, sebaiknya dapat mempertimbangkan dan merenungkan kembali niatnya untuk melakukan upaya bunuh diri.
"Mungkin bisa kembali merenung lagi sebagai umat yang beragama, ya, perbuatan seperti itu kan tidak diridhai oleh Yang Maha Kuasa".
Aswanto juga mengingatkan pasal 344 KUHP - yang berbunyi: "Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun" - kalau dinyatakan tidak berlaku, dokter bisa masuk penjara kalau melakukan suntik mati.
"Semoga Ryan dapat merenung dan mendapat jalan keluar. Tapi hak konstitusi anda agar permohonan ini bisa dilanjutkan," tutur Aswanto.
Dalam riwayat pendidikannya, Ryan disebutkan lulusan pascasarjana jurusan ilmu administrasi Universitas Indonesia tahun 1998.
BACA JUGA: Ini Tanya Jawab Ryan dengan Majelis Hakim di Mahkamah Konstitusi