Bisnis.com, MALANG -- Penerimaan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Kota Malang, Jawa Timur, sampai dengan Mei 2014 baru mencapai 31,77% dari target penerimaan Rp97,442 miliar yang mengindikasikan bisnis properti melesu.
Kepala Dinas Pendapatan Kota Malang Ade Herawanto mengatakan pihaknya sebenarnya telah memberikan kemudahan kepada wajib pajak (WP) berbentuk tidak adanya proses verifikasi lapangan (verlap).
“Namun kemudahan tersebut belum mampu mendorong WP untuk untuk memohon pajak BPHTB,” kata Ade di Malang, Rabu (2/7/2014).
Sampai dengan Mei, idealnya penerimaan pajak BPHTB bisa mencapai Rp40,58 miliar dan sampai akhir Juni diharapkan bisa mencapai Rp48,7 miliar atau 50% dari target.
Realisasi penerimaan BPHTB sebesar itu, dia menduga, disebabkan bisnis properti yang melesu.
Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Koordinator Wilayah Malang Makhrus Sholeh membenarkan sinyalemen tersebut.
Dia mengakui, bisnis properti selama semester I/2014 memang melesu bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Meski begitu, bisnis properti tetap tumbuh meski tidak sebesar tahun lalu.
Pada tahun lalu pertumbuhannya bisa mencapai 30%, terutama untuk rumah tipe menengah dan sederhana.
Sedangkan realisasi penjualan rumah sepanjang semester I/2014 hanya tumbuh sekitar 15% bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Penyebab melambatnya pertumbuhan properti sampai Mei 2013 karena belum dibebaskannya pajak pertambahan nilai (PPN) untuk rumah sederhana serta diberlakukan ketentuan loan to value (LTV) untuk rumah nonsubsidi.
Ketentuan LTV oleh Bank Indonesia sangat berdampak dalam mengekang pertumbuhan bisnis properti di Malang.
Hal itu terjadi karena masalah uang muka menjadi kendala end user dalam membeli murah.
Intinya, semakin tinggi uang muka semakin kecil kemampuan konsumen membeli rumah begitu pula sebaliknya.
Faktor lain yang juga berpengaruh tren bahwa penjualan properti melemah pada awal tahun dan akan meningkat pada semester II.
Terkait melambatnya penerimaan BPHTB, kata Makhrus, bisa pula disebabkan tingginya nilai jual objek pajak (NJOP) di Kota Malang.
Dengan naiknya NJOP, maka otomatis nilai pajak BPHTB menjadi lebih tinggi sehingga berdampak WP menunda mengurus pajak tersebut.
“Orang yang membeli tanah dan bangunan saat ini cenderung menunda tidak membaliknamakan, melainkan hanya berupa ikatan jual beli untuk menghindari mengeluarkan biaya yang tinggi dari pajak BPHTB,” ujarnya.