Bisnis.com, JAKARTA – Pengunduran diri Perdana Menteri Nouri Al Maliki tampaknya menjadi solusi jangka pendek untuk mencegah meluasnya perang saudara di Irak.
Dilansir Bloomberg, Amerika Serikat telah menekan para pemimpin Irak untuk segera membentuk pemerintahan baru dalam beberapa pekan ke depan, yang kemungkinan besar tidak mengikutsertakan Al Maliki.
“Mereka tidak punya banyak waktu lagi,” kata Obama, Jumat (20/6) kepada televisi CNN.
“Tanpa menjembatani kesenjangan sektarian, sebanyak apapun senjata AS tidak akan mampu mempertahankan negara secara bersama-sama,” ujar presiden kulit hitam pertama negeri Paman Sam tersebut.
Pemerintahan Maliki selama ini dianggap telah menyingkirkan kaum minoritas Suni dan Kurdi dalam pemerintahannya, serta turut mengobarkan perpecahan sektarian di Negeri 1001 Malam itu.
Kemungkinan pemerintahan baru tanpa Maliki semakin menguat setelah pada Jumat (20/6) pemimpin spiritual Syiah Ayatollah Ali Al Sistani menyerukan pembentukan pemerintahan baru yang efektif yang tidak mengulangi kesalahan pemerintahan Al Maliki.
Al Sistani juga mengobarkan persatuan warga Irak, baik Syiah, Suni, dan Kurdi untuk bersama-sama memerangi pemberontak Negara Islam Irak dan Suriah (ISIL).
Mahkamah Agung Irak telah mensahkan hasil pemilu parlemen 30 April 2014 pada 16 Juni lalu. Menurut konstitusi negara itu, pembentukan pemerintahan baru dilakukan paling lambat 60 hari sejak tanggal pengesahan.
Merujuk pada pengalaman 4 tahun lalu, proses pembentukan kabinet memakan waktu hingga 8 bulan.
Partai pimpinan Maliki memperoleh 92 kursi di parlemen. Jumlah ini masih jauh dari minimal 165 kursi untuk membentuk pemerintahan. Namun, Maliki mengklaim telah berhasil mengumpulkan 170 kursi bersama mitra koalisinya.