Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KASUS PAJAK BCA : KPK Periksa Pejabat Ditjen Pajak

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Pajak penghasilan di Direktorat Jenderak Pajak, Tonizar Lumbantu, terkait kasus keberatan pajak PT Bank Central Asia. Tonizar diperiksa sebagai saksi untuk mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Purnomo.n
Mantan DIrjen Pajak Hadi Purnomo/JIBI
Mantan DIrjen Pajak Hadi Purnomo/JIBI
Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa pejabat di Direktur  Pajak Penghasilan di Ditjen Pajak, Tonizar Lumbantu, terkait kasus keberatan pajak PT Bank Central Asia. Tonizar diperiksa sebagai saksi untuk mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Purnomo.
 
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HP," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Kamis (21/5/2014).
 
Selain Tonizar, KPK juga memanggil Hudari, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Profesor Gunadi juga turut diperiksa sebagai saksi.
 
Kasus ini berawal pada 17 Juli 2003 saat Bank BCA mengajukan keberatan pajak atas transaksi Non Perfomance Loan (NLP) senilai Rp5,7 triliun kepada Direktur PPH. Bank BCA keberatan dengan nilai pajak yang harus dibayar karena nilai kredit macet mereka mencapai Rp5,7 triliun.
 
Namun, Hadi Purnomo yang saat itu duduk sebagai Dirjen Pajak pada 17 Juli 2004 mengubah kesimpulan yang semula dinyatakan menolak menjadi menerima seluruh permohonan PT Bank BCA. Ada kecurigaan lantaran kesimpulan itu  dikeluarkan satu hari sebelum jatuh tempo pembayaran pajak Bank BCA pada 18 Juli 2004.
 
Hal mencurigakan lainnya, Hadi Poernomo justru mengabaikan adanya fakta materi keberatan yang sama oleh bank lain. Padahal kecenderungan kasus sama.
 
Masalah lain adalah, tahun pajak yang dibebankan kepada Bank BCA adalah  1999. Namun, BCA baru mengirimkan surat keberatan pada 2003.
 
Untuk itu sejauh ini KPK masih mendalami ada tidaknya penerimaan yang diterima oleh Hadi Poernomo terkait kasus ini.
 
KPK menjerat Hadi dengan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atas perbuatan Hadi ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp375 miliar.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper