Bisnis.com, JAKARTA—PT Karya Putra Borneo, perusahaan pertambangan batu bara, lepas dari ancaman pailit setelah PT Niungriam Gemilang mencabut permohonan pailitnya ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Dalam sidang yang digelar Jumat (9/5), kuasa hukum Niungriam, Otto Bismark Simanjuntak, dari kantor hukum Otto Bismark Siman-juntak & Associates menyerahkan surat pencabutan perkara ke majelis hakim yang diketuai oleh Gosen Butar-Butar.
Padahal, majelis hakim berencana membacakan putusan perkara pada sidang tersebut. Otto mengungkapkan pihaknya sudah berdamai de ngan Karya Putra Borneo (KPB) di luar sidang.
Atas pembatalan perkara ini, majelis hakim menerimanya lantaran dinilai sesuai dengan undang-undang dan tidak ada alasan untuk menolaknya. “Mengabulkan permohonan pencabutan perkara pailit,” ujar Gosen.
Otto menyebutkan kesepakatan damai terjadi antara kliennya, Direktur Utama KPB Taufik Surya Darma, dan PT Karya Indah Perdana (KIP) yang diklaim sebagai kreditur lain KPB. Perdamaian terjadi pada 8 Mei.
Dia menjelaskan dengan kesepakatan ini maka pembayaran kepada Niungriam dan KIP kembali berjalan sesuai perjanjian awal, yakni pembayaran atas jasa konsultan yang dilakukan rutin tiap bulan hingga masa eksplorasi tambang selesai.
Namun, kesepakatan damai ini dinilai akan bermasalah karena ada-nya masalah legal standing Taufik.
Salah satu kuasa hukum KPB Maqdir Ismail dari Maqdir Ismail & Partners Law Firm menyatakan dewan komisaris KPB sudah mem-berhentikan Taufik untuk sementara pada 30 April. Alasannya, dia mempunyai kon-flik kepentingan dengan perusahaan dan tengah berperkara dengan pemegang saham di Pengadilan Negeri Samarinda.
LEGAL STANDING
Maqdir menilai majelis hakim tidak tegas mengenai legal standing Taufik dan justru muncul kemung-kinan bakal menimbulkan masalah baru.“Bagi kami, Taufik sudah tidak bisa mewakili perusahaan lagi. Kami menolak perjanjian damai karena dia tidak punya legal stand-ing . Kalau mau bayar, silakan bayar sendiri karena bukan perusahaan yang sepakati perjanjian damai,” paparnya usai persidangan.
Atas hal ini, kuasa hukum KPB lainnya, Djamaluddin, menuturkan pihaknya belum menerima pembe-ritahuan pemberhentian sementara. Menurutnya, yang dapat memberhentikan direktur utama hanyalah keputusan di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
RUPS, lanjut Djamaluddin, belum diselenggarakan hingga sekarang. “Kalau mereka bilang itu kesepakat-an pribadi, ya tidak bisa. Taufik sampai saat ini masih direktur utama yang punya hak mewakili perseroan,” tegasnya.
Pada sidang Selasa (6/5), Djamaluddin mengajukan intervensi. Dia mengaku sebagai kuasa hukum yang ditunjuk Taufik untuk mewakili KPB di perkara pailit ini.
Padahal, dalam sidang-sidang sebelumnya perusahaan diwakili oleh Maqdir. Dia menyatakan ditunjuk oleh Direktur KPB Kirtipal Singh Raheja untuk menjadi kuasa hukum di persidangan.
Maqdir mengungkapkan Taufik mempunyai konflik kepentingan dan sedang berperkara dengan KPB di pengadilan. Namun, majelis hakim menerima keduanya sebagai kuasa di persidangan ini. Kirtipal disebut berasal dari Oorja (Batua) Pte Ltd. Perusahaan asal India ini merupakan pemilik 50% saham KPB.
Sementara itu, Taufik diklaim berasal dari PT United Coal Indonesia (UCI) yang memegang 40% saham KPB.
Seperti diketahui, KPB dimohon-kan pailit oleh Niungriam karena dinilai memunyai utang US$67.020 yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Utang diklaim muncul dari kesepakatan fee jasa konsultasi pertam-bangan batu bara seluas 914 hektare di Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. KPB adalah perusahaan yang dibentuk oleh UCI dan Oorja.
UCI mengoperasikan empat tambang batu bara di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, baik milik sendiri maupun sewa. Sementara itu, Oorja adalah anak usaha Mercator Limited, sebuah perusahaan perkapalan besar yang berbasis di Mumbai, India dan melantai di bursa saham negeri tersebut.
Di Indonesia, Oorja memiliki lisensi penambangan batu bara untuk tiga wilayah yang berada di area Petangis dan Batuah, keduanya di Kalimantan. Selain di Indonesia, perusahaan ini memunyai bisnis yang sama di Mozambik, Afrika.