Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IDB: Ekonomi Amerika Latin Masih Rapuh

Pertumbuhan ekonomi Amerika Latin akan melambat seiring dengan ketidakmampuan pemerintah memenuhi kebutuhan sosial bagi kalangan kelas menengah baru.

Bisnis.com, BRASILIA—Pertumbuhan ekonomi Amerika Latin akan melambat seiring dengan ketidakmampuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sosial bagi kalangan kelas menengah baru.

Inter-American Development Bank (IDB) menyatakan kawasan tersebut akan mengalami ekspansi hingga 3,5% pada beberapa tahun mendatang dari level 3%. Padahal, ekonomi Amerika Latin mampu tumbuh rata-rata 4,9% selama 5 tahun, sebelum krisis keuangan melanda kawasan ini pada 2008.

IDB juga mengemukakan Amerika Latin masih rentan terhadap tekanan eksternal karena pemerintah meningkatkan belanja dan tingginya utang swasta.

“Amerika Latin akan tumbuh di bawah rata-rata ekonomi dunia. Area ini masih belum memenuhi harapan dan tutuntan sosial,” ucap Jose Juan Ruiz, Ketua Ekonom IDB di Brasilia, Minggu (30/3/2014).

Laporan IDB menyebutkan beberapa negara di kawasan yang masih menghadapi berbagai masalah internal, antara lain Brasil dan Venezuela. Di Brasil pada tahun lalu, lebih dari 1 juta orang memenuhi jalanan menuntut sarana sekolah publik, layanan kesehatan, dan transportasi yang lebih baik.

Serupa dengan Brazil, Venezuela juga mengalami aksi protes hingga mengakibatkan bentrokan dengan polisi pada 2 bulan terakhir. Kejadian tersebut dipicu oleh inflasi yang menggila sehingga mengakibatkan kelangkaan dari produk susu sampai tisu toilet.

Lebih lanjut, IDB juga mengasumsikan pertumbuhan ekonomi akan berada pada angka 3% tahun ini, jika bank sentral Amerika Serikat melanjutkan kebijakan normalisasi moneter secara terukur dan bertahap. “Apalagi, kawasan ini mampu tumbuh dengan laju cepat tanpa memicu inflasi,” tambah IDB.

Meskipun begitu, prospek ekonomi Amerika Latin dapat menurun sewaktu-waktu akibat percepatan kebijakan normalisasi moneter dan perlambatan ekonomi di China. Tetapi, langkah pemerintah dengan meningkatkan belanja pada tahun lalu justru mencederai keuangan publik.

“Kawasan ini memiliki ruang yang terbatas untuk merespon jika ada kejutan yang negatif,” kata Andrew Powell, ekonom IDB.

Setelah mampu mencetak pertumbuhan ekonomi dengan laju dua kali lipat dari 1980 pada dekade terakhir, ekonomi Amerika Latin tahun lalu terakselerasi 2,4%. Angka tersebut adalah laju terlemah sejak 2009 seiring dengan upaya pemerintah untuk berjuang menemukan mesin baru pertumbuhan ekonomi.

Pasalnya, harga komoditas dan permintaan dunia mengalami penurunan di  kawasan yang bergantung dengan komoditas itu.

REFORMASI ANGGARAN

IDB menjelaskan pemerintah meningkatkan belanja untuk memacu pertumbuhan yang mulai melambat. Rata-rata saldo anggaran di kawasan itu memburuk 3% dari produk domestik bruto (PDB) dibandingkan dengan periode sebelum krisis 2008 melanda Amerika Latin. Akibatnya, rasio utang meningkat menjadi 42% dari PDB dari 36% dari PDB pada 2008.

Baru-baru ini, Standard & Poor (S&P), lembaga pemeringkat utang dunia, memangkas utang Brasil menjadi BBB- dari BBB. Lembaga itu menyebutkan perlambatan ekonomi dan kebijakan fiskal meningkatkan utang negara itu.

“Hanya 3 dari 22 negara yang melakukan reformasi anggaran pada 2013 yaitu Uruguay, Honduras dan Nikaragua,” tambah IDB.

Jika kawasan itu ingin mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi, ucap Alejandro Werner, Direktur International Monetary Fund (IMF) Western Hemisphere, maka Amerika Latin harus meningkatkan investasi.

“Kami melihat risiko perlambatan ekonomi di Amerika Latin, terutama di daerah Selatan pada beberapa tahun ke depan,” tambah Alejandro Werner.

Catatan IDB menunjukkan perusahaan di kawasan tersebut mengandalkan pasar obligasi asing setelah krisis pada 2008. Sejumlah perusahaan di Brasil, Chile, Kolombia, Meksiko, dan Peru terlihat meningkatkan kepemilikannya menjadi US$343 miliar selama 4 tahun ke depan hingga kuartal III/2013.

“Ekonomi kawasan ini memang lebih sehatr dibanding krisis pada pertenagahan 1990. Tetapi yang patut diwaspadai, beberapa negara justru berada pada posisi yang lebih lemah dari 2007,” jelas IDB pada laporannya yang berjudul “Global Recovery and Monetary Normalization: Escaping a Chronicle Foretold.”

     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor :
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper